30 Januari, 2011

“ Tantangan Kerasulan Masyarakat Katolik Keuskupan Agung Semarang Ditengah Masyarakat Plural ”







Dari fakta sejarah, tak terbantah bahwa iman Katolik di wilayah KAS berkembang berkat kaum awam yang gigih memperjuangkan keadilan dan perdamaian karena beriman mendalam. Nama Barnabas Sarikromo dari Semagung (Sendangsono) sangat dikenal sebagai inspirasi seluruh umat KAS. Pada era perang dunia I dan II, Mr Schmutzer di Ganjuran berhasil mengaplikasikan Ajaran Sosial Gereja dengan membuat pabrik gula Gondanglipura, yang melibatkan buruh sebagai pemegang saham perusahaan, sehingga buruh dan pengusaha serentak mengalami sejahtera bersama. Pada era itu pula secara budaya, edukasi dan politik, hasil didikan Muntilan dan Mendut bergerak dan berjejaring mempengaruhi gerak pemerdekaan Kerajaan Allah ke seluruh nusantara. Sayangnya, peperangan menghapus pabrik dan sekolah yang sangat Injili karena mewartakan kerajaan Allah yg memerdekakan itu.

ARDAS KAS 2010-2011 alinea 3 disebutkan “ Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama kaum awam, secara berkesinambungan dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok”.

Fokus pengembangan secara umum menunjuk umat Allah, dan secara khusus menekankan kaum awam. Umat Allah mencakup hirarki, kaum religius, dan kaum awam. "Pengembangan umat Allah" dimaksudkan bahwa seluruh warga Gereja baik itu hirarki, kaum religius, maupun awam saling bersinergi untuk mendalami, mengungkapkan dan mewujudkan iman dalam dunia. Perwujudan iman dalam dunia, di tengah masyarakat, adalah tugas dan tindakan khas kaum awam. Oleh karena itu, Ardas secara khusus mengutamakan peran kaum awam. Langkah pastoral ini dijalankan secara berkesinambungan baik pada jenjang antar generasi maupun pada dinamika proses pemberdayaannya. Perwujudan iman di tengah masyarakat yang menjadi kekhasan gerak kaum awam mencakup pilihan pada bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, seni dan budaya, serta iptek. Pilihan ini ditentukan supaya jelas, tidak abstrak sekedar mengatakan berbagai bidang kehidupan.

Dalam sarasehan aktivis sosial politik kemasyarakatan yang digelar 22 – 23 Januari 2011 oleh Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Semarang menghasilkan beberapa poin penting yang bermanfaat bagi perkembangan umat Allah terutama kaum awam. Acara yang dihadiri kelompok – kelompok awam dari PK3 Kevikepan, anggota DPRD Katolik di KAS, Aktivis FMKI Sejawa Tengah dan DIY, Pengurus Ormas Katolik Jawa Tengah dan DIY, anggota KPU beragama Katolik se Jawa Tengah dan beberapa aktivis LSM dan sosial politik lainnya.

Sarasehan Aktifis Sosial Politik Kemasyarakatan Keuskupan Agung Semarang ini bertujuan :

1. Mewujudkan optimalisasi peran awam secara berkesinambungan dan terpadu dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; ,pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel serta pelestarian keutuhan ciptaan.

2. Membangun keberanian kaum awam untuk hadir menyuarakan kehadiran Gereja di tengah masyarakat sebagai wujud beriman yang tangguh.

3. Memberikan masukan bagi Keuskupan Agung Semarang perihal permasalahan kemasyarakatan yang sedang berkembang.

Dalam diskusi yang dilaksanakan di acara ini di bagi menjadi dua tema pembahasan, yaitu :

1. Kekerasan dalam relasi social dalam implementasi langkah antisipasi dan penanganan kasus.

2. Merawat masyarakat dengan modal social dan kekuatan tradisi.

Kelompok I :

Sub tema : Kekerasan dalam relasi sosial negara-masyarakat dan antar masyarakat: langkah antisipasi dan penanganan kasus.

Fasilitator : RAY Agung Setijono

Latar Belakang :

Dalam negara Pancasila dengan masyarakat yang plural dari berbagai aspek kehidupan, membangun relasi negara dengan warga negara dan antar warga negara yang setara, adil dan dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat menjadi kebutuhan.

Namun dalam pengalaman keseharian, realita membuktikan relasi negara dengan warga negara dan antar warganya acapkali diwarnai ketegangan hingga kekerasan. Ketegangan dan kekerasan dalam relasi negara dengan warga negara terwujud dalam regulasi dan pengaturan hingga alokasi anggaran negara untuk kesejahteraan masyarakat (APBN/APBD pro kesejahteraan masyarakat). Sementara ketegangan hingga kekerasan muncul dalam relasi antar kelompok masyarakat terwujud bersamaan dengan ketidakhadiran negara dalam menegakkan hukum positif.

Alur Diskusi

Seri I-Eksplorasi pengalaman dan atau pengamatan pribadi/kelompok di daerah masing-masing dalam menghadapi kekerasan negara-warga dan antar warga negara, antara lain:

1. Ketegangan dan kekerasan yang muncul dalam relasi negara dan warga negara

2. Kejadian yang menganggu/mengancam kerukunan hidup beragama (2001-2010) dalam bentuk pendirian rumah ibadat, sweeping doa lingkungan, dll

3. Peraturan Daerah (Perda) atau aturan lain yang dikeluarkan Pemerintah (sejak 1999) yang mengancam kebebasan/kerukunan hidup beragama

4. Ketegangan dan kekerasan yang muncul dalam relasi antar warga negara

5. Tanggapan Unit kerja di masing-masing (Komisi Kerasulan Awam, Paroki, dll) dalam menanggapi isu-isu yang mengancam kehidupan beragama

6. Peran organisasi Katolik dalam menanggapi isu-isu yang mengancam kehidupan beragama

7. dan sebagainya yang relevan

Seri II-Rumusan Pengalaman dan Pengamatan

Seri III-Identifikasi Soal Kebijakan Publik Yang Rentan Menyumbang Kekerasan dalam Relasi Negara dengan warga negara dan antar warga negara (mis: APBD, Sekolah, Kesehatan, Perda Tata Ruang dll) dan usulan tindak lanjut.

Kelompok II :

Sub tema : Merawat Masyarakat Dengan Modal Sosial dan Kekuatan Tradisi.

Fasilitator : Dr. JC. Tukiman Taruno

Latar Belakang :

Perjalanan 66 tahun negara Indonesia dengan ideologi Pancasila dan masyarakat yang plural dari berbagai aspek kehidupan, mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya masyarakat dan pengaruh kepentingan politik dan modal global.

Pasang surut politik dan ekonomi, sebagai misal, tidak lantas membuat bangsa ini terpuruk dan bubar. Selalu ada daya juang masyarakat untuk tetap mempertahankan bangsa di atas nilai-nilai senasib sebagai satu bangsa. Daya juang tersebut muncul dari modal sosial (kepedulian akan sesama-lintas kepentingan politik-sebagai aktualisasi iman masing-masing pemeluk agama, dll) dan kekuatan tradisi (gotong royong, tidak selalu mencampurkan politik dengan kehidupan sehari-hari, dll)

Demi keberlangsungan bangsa Indonesia dan NKRI yang dapat menjamin terwujudnya pluralitas dan kesejahteran rakyat dipandang perlu untuk tetap merawat masyarakat dengan mengembangkan modal sosial dan kekuatan tradisi yang ada.

Alur Diskusi

Seri I-Eksplorasi pengalaman dan atau pengamatan pribadi/kelompok di daerah masing-masing dalam merawat masyarakat dengan mengembangkan modal sosial dan kekuatan tradisi, antara lain:

1. Modal sosial masyarakat yang dapat dikembangkan demi membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang pluralis

2. Kekuatan tradisi masyarakat yang dapat dikembangkan demi membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang pluralis

3. dan sebagainya yang relevan

Seri II-Rumusan Pengalaman dan Pengamatan

Seri III-Identifikasi Soal Pemangku kepentingan (ormas, parpol) dan Kebijakan Publik Yang yang dapat dikembangkan demi membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang pluralis (mis: Sekolah, Kesehatan, dll) dan Usulan Tindak Lanjut

Dari sharing/ diskusi tersebut diatas, dapat tersimpulkan bahwa ada Pesimisme/ kecemasan dan Optimisme/ harapan pada masyarakat Katolik khususnya di Keuskupan Agung Semarang.

Didalam kondisi masyarakat Pesimisme/ kecemasan, maka awam akan hanya dapat aktif di sekitar altar. Sedangkan dalam kondisi Optimisme/ harapan, keterlibatan awam di masyarakat akan berkembang. Kondisi ideal yang diharapkan adalah dimana pesimisme/ kecemasan dan optimisme/ harapan itu digabungkan maka akan timbul optimalisasi awam di bidang sosial politik dan kemasyarakatan. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan gerakan awam pada bidang sosial politik kemasyarakatan budaya dan tekhnologi. Upaya yang dapat dilaksanakan adalah :

Ø Dalam bidang sosial politik kemasyarakatan

- Membuka diri dan melibatkan diri

- Penguatan kapasitas

- Sosialisasi dan advokasi kebijakan publik

- Membangun opini publik

- Melakukan fungsi kontrol

- Memanfaatkan sumber – sumber informasi

Ø Dalam bidang pendidikan

- Mengkritisi dan memberi solusi terhadap kebijakan pendidikan pemerintah (BOS, diskriminasi swasta negeri, alokasi anggaran, UN, Seleksi Mahasiswa Baru PT, jaminan terhadap keberlanjutan jenjang pendidikan sekolah-sekolah alternatif).

- Pendidikan religiusitas harus menjadi perjuangan gereja supaya masuk ke dalam kurikulum (versus pendidikan agama).

- Sekolah Katolik didorong untuk melakukan pembaharuan dan lebih terbuka terhadap tantangan-tantangan baru.

- Pendidikan Katolik tetap perlu terus memberi akses kepada mereka yang KLMTD.

- Mendorong tumbuhnya model pluralisme dalam pendidikan (pendidikan alternatif, home schooling).

Ø Dalam bidang kesehatan

- Gereja harus terus mengkritisi dan memberi solusi terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan (RUU Kesehatan, kebijakan Jamkesmas, Jamkesda, dan Jamkeskin, alat-alat kesehatan).

- Gereja Katolik perlu melakukan advokasi di bidang moral kesehatan (integritas profesi tenaga medis, kefarmasian).

Ø Dalam bidang Lapangan pekerjaan

- Gereja harus terus mengkritisi dan memberi solusi terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan, sistem kontrak, beban biaya rutin pemerintah untuk menanggung jumlah pegawai).

- Semangat kewirausahaan perlu didorong tumbuh oleh keluarga, lingkungan, dan lembaga pendidikan, dan pelaku dunia usaha.

- Pengusaha – pengusaha Katolik mengembangkan spirit kewirausahaan kepada kaum muda

Dalam pertemuan itu Mgr. Johannes Pujasumarta (Uskup Agung Semarang) menegaskan bahwa manusia harus mampu mengembangkan Humanisme Inklusif yang Universal (sifat kemanusiaan termasuk pada alam semesta). Selain itu, sebagai anak bangsa, semangat dasar Pancasila yaitu menghargai Pluralitas sangat relevan untuk dikembangkan dalam hidup di tengah masyarakat yang majemuk. Maka gereja KAS berupaya membangun dialog sebagai upaya mengolah sikap kehidupan dan mengolah paradigma. Mgr Pujasumarta juga memberi petunjuk arah dasar KAS yang dirangkum dalam P4. Pertama, pengembangan iman mendalam (tangguh, militan misioner, integral dan terbuka). Kedua, peningkatan peran awam dalam tugas perutusan sebagai bagian dari tugas gereja dan masyarakat. Ketiga, pemberdayaan kaum lemah tersingkir miskin dan diffabel (KLTMD) melalui Credit Union (CU) dan pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Dan keempat, yaitu pelestarian ciptaan oleh anggota Gereja dengan gerakan Go Green. Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia subur dan sehat kembali dengan gerakan menanam pohon, pertanian organik, industri dan rumah ramah lingkungan.

Sebagai penutup, Mgr Pujasumarta menghimbau agar hidup para aktivis serta umat Katolik KAS semakin ekaristis. Karena setiap orang yang semakin Ekaristis, akan semakin “menggarami dan menerangi” dunia. Seperti motto tahbisannya yaitu Duc In Altum (bertolaklah ke tempat yang dalam), Mgr Puja mengajak umat Katolik dan terutama para aktivis untuk berbuat lebih banyak lagi, menebarkan jala kembali ke tempat yang lebih dalam agar dapat mendapatkan hasil yang lebih baik dan untuk membawa ‘terang’ Kristus di tengah masyarakat.

1 komentar:

  1. trimakasih tulisannya....
    blog backgroun nya mengganggu... dihilangkan saja......

    BalasHapus