30 Oktober, 2011

PERNYATAAN MANADO - Hasil Pertemuan Nasional Forum Masyarakat Katolik Indonesia VIII


Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) dengan ini menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi kebangsaan Indonesia, khususnya nilai-nilai eksistensi kebhinekaan yang mulai luntur di tengah masyarakat. Bangsa Indonesia yang dibangun oleh para pendiri bangsa dari nilai-nilai kemajemukan sedang dalam kondisi sakit.
Nilai-nilai kemajemukan bangsa tergoyahkan dengan munculnya beberapa kasus-kasus yang menciderai nilai-nilai kebhinekaan bangsa ini. Kegagalan pemerintah dalam menjaga nilai-nilai toleransi yang selama ini hidup dan berkembang dengan baik di akar rumput menunjukkan ketidakberdayaan sekaligus sikap diam yang ditunjukkan pemerintahan saat ini.

Demikian juga hak konstitusional yang dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia dibiarkan begitu saja untuk dilanggar oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama terhadap kelompok-kelompok masyarakat tertentu, bahkan dibiarkan tumbuh subur di tengah pluralitas bangsa Indonesia. Perampasan hak konstitusional untuk menjalankan ibadahnya yang diakui oleh konstitusi pun terkekang atas nama pelanggaran konstitusional serta tidak adanya niat baik pemerintah untuk menyelesaikannya.

Korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang saat ini dilakukan secara masif hanya menjadi ruang transaksi politik tanpa adanya kejelasan penyelesaiannya yang merusak tatanan pemerintahan. Intoleransi muncul saat negara tidak mengatur hak-hak ekonomi kerakyatan dengan mengedepankan kekuatan kapital besar untuk menguasai hak hidup masyarakat. Impor beras, gula dan lain-lainnya menunjukkan kegagalan pemerintah dalam melindungi usaha warga negaranya yang justru memunculkan pemiskinan terstruktur.


Persoalan Papua juga menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan konflik di wilayah Timur Indonesia ini. Pendekatan dengan hati yang digembar-gemborkan oleh pemerintahan saat ini, hanya menjadi retorika politik dan politik pencitraan saja. Hak-hak masyarakat Papua untuk “didengarkan” sebagai hak asasi yang harus dijunjung oleh pemerintah pun tidak dilaksanakan. Dialog yang kontinyu dengan mau mendengarkan keinginan masyarakat Papua yang tahu akan kebutuhannya harus dilakukan oleh pemerintah.


Pada kesempatan ini FMKI mengeluarkan pernyataan bersama sebagai berikut :


1. Menegaskan kembali eksistensi kebhinekaaan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah, selain masyarakat;


2. Menyatakan bahwa hak hidup sebagai hak dasar manusia harus menjadi pemikiran dasar dalam pemberantasan korupsi dan ketidakadilan, sehingga penegakan hukum bukan menjadi transaksi politik;


3. Menyatakan bahwa hak warga negara menjalankan agama dan ibadahnya yang dilindungi oleh konstitusi harus ditegakkan dan tidak hanya menjadi tanggung jawab moral saja, melainkan harus ada kemauan yang keras untuk melindungi dan menjaga secara nyata dari pemerintah;


4. Menegaskan bahwa penegakan hukum atas kekerasan struktural yang dilakukan sekelompok masyarakat juga menjadi beban pemerintah sebagai pengayom masyarakat;


5. Menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak hidup dan mengedepankan kepentingan warga negaranya dalam arti yang seluas-luasnya;


6. menegaskan bahwa konflik di Papua maupun konflik-konflik lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah konflik agama dan agama jangan dijadikan kambing hitam untuk pencitraan pemerintahan.


Demikian pernyataan bersama ini dibuat oleh seluruh peserta Pertemuan Nasional FMKI VIII yang berlangsung di Manado, 27-30 Oktober 2011.


Manado
, 29 Oktober 2011
(sumber : Bp. Aldrin Senduk - Panitia Pernas FMKI VIII Menado)

21 September, 2011

SIMPULAN DAN REKOMENDASI FORUM KONSULTATIF TOKOH-TOKOH MASYARAKAT KATOLIK PROVINSI GEREJAWI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG




(Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Malang, dan Keuskupan Surabaya)

Pengantar

1) Pertemuan Provinsi Gerejawi Keuskupan Agung Semarang diselenggarakan dalam kerja sama Provinsi Gerejawi Keuskupan Agung Semarang dengan Direktorat Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Pertemuan ini berlangsung dari tanggal 15 sampai dengan 18 September 2011 di Hotel Horison Jl. KH. Dahlan no 5 Semarang dan dihadiri oleh utusan dari 4 keuskupan di Provinsi Gerejawi Keuskupan Agung Semarang (Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Malang, Keuskupan Purwokerto, dan Keuskupan Surabaya). Hadir 60 orang peserta, yang terdiri atas Uskup, imam, biarawan-biarawati, dan wakil umat. Tema yang diangkat ialah “Revitalisasi Masyarakat sebagai Media Penanaman Nilai-nilai Kebangsaan dan Keagamaan”.

2) Tema pertemuan diilhami oleh Gaudium et spes, 1: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga”. Ada banyak alasan untuk bergembira dan berharap atas perjalanan bangsa Indonesia sampai saat ini. Kesatuan yang utuh dan teruji oleh zaman dari Sabang sampai Merauke, keragaman budaya yang kaya dan bermakna bagi kehidupan, kekayaan alam flora dan fauna yang melimpah dan berbagai peristiwa kebangsaan yang menuntun bangsa ini semakin menyatu; menyimpan sejarah panjang bangsa Indonesia menggapai kesejahteraan bagi seluruh warganya.

3) Duka dan kecemasan yang menggelisahkan bangsa tidak bisa dipungkiri. Kerusakan lingkungan yang makin menggila, korupsi yang terinstitusionalisasi dan kekerasan yang mengatasnamakan agama masih mewarnai kehidupan masyarakat. Pembohongan publik tidak mungkin ditutup-tutupi lagi. Yang mencemaskan akhir-akhir ini adalah ancaman kebangkrutan bangsa.

4) Kami meyakini panggilan kami sebagai masyarakat Katolik yang merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa yang plural. Kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan duka dan kecemasan yang menggelisahkan warga masyarakat. Apalagi kecemasan dan ancaman kebangkrutan bangsa seringkali dikaitkan dengan Pancasila. Pancasila semakin disadari perannya sebagai ideologi dan pemersatu bangsa. Pancasila telah, sedang dan akan menjadi pemandu bagi proses membangun bangsa (nation building).

5) Berkenaan dengan pentingnya revitalisasi masyarakat sebagai media penanaman nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan, berikut ini akan dikemukakan rangkuman yang memuat empat pokok gagasan untuk membangun masyarakat: inklusif-multiculturalism (inklusif multikultural), civil society (masyarakat warga), reflective modern society (masyarakat reflektif) dan knowledge-based-society (masyarakat berbasis iptek).


Simpulan

1) Keberagaman budaya di Indonesia merupakan suatu kenyataan dan kekayaan yang patut kami syukuri. Dengan kebudayaan kami maksudkan segala sesuatu, dengan mana manusia mengasuh dan mengembangkan pelbagai bakat rohani dan jasmaninya, berupaya menguasai bumi dengan pengetahuan dan karyanya, lebih memanusiawikan kehidupan sosial, mengungkapkan melalui karya-karya, pengalaman-pengalaman rohani dan aspirasi-aspirasi besar sepanjang sejarah, serta mengkomunikasikannya dan memeliharanya sebagai inspirasi bagi kemajuan banyak orang, malah bagi seluruh umat manusia (bdk. Gaudium et Spes 53). Kami perlu bahkan wajib melindungi, memelihara, dan merevitalisasi sumber-sumber warisan budaya sebagai perekat masyarakat.

2) Kami menyadari bahwa transformasi pesan injili menjadi pesan universal humanis-multikultural merupakan tantangan bagi Gereja Katolik Indonesia sekarang dan di masa mendatang. Kami perlu menjaga keseimbangan dimensi hidup iman yang pada satu sisi beraspek credo (aku percaya) dan di sisi lain beraspek actio (aku berbuat). Hanya dengan menjaga keseimbangan ini maka orang Katolik Indonesia dapat menjadi bagian yang integral dari masyarakat Indonesia tetapi sekaligus mempertahankan ke-Katolik-annya.

3) Kami meyakini bahwa hidup keagamaan berperan membentuk masyarakat yang reflektif dan cerdas. Karena itu, kami perlu menerjemahkan nilai-nilai agama untuk kebaikan umum; mengubah dari kesalehan individual menjadi kesalehan sosial; mendorong pelaksanaan prinsip keadilan. Kami perlu menemukan cara-cara baru untuk membangun kehidupan berbangsa bukan sekedar restorasi (pemulihan), tetapi juga resurektif (membangkitkan pengharapan) yang terbuka untuk menanggapi penderitaan.

4) Kami menyadari bahwa sikap kebangsaan orang Katolik berakar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Para pendahulu orang Katolik Indonesia mewariskannya kepada kami. Sebagai anak bangsa, kami menjunjung nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kemanusiaan universal, dan nilai-nilai kristiani. Kami akan menginternalisasi nilai-nilai itu melalui keluarga, sekolah, masyarakat, program kerasulan Gereja dan mimbar-mimbar kotbah. Karena itu, kami perlu mengevaluasi kembali semua perangkat penanaman nilai dan menerapkan metodologi pastoral dengan menggunakan konsep penegasan bersama.

5) Kami menegaskan bahwa masa depan masyarakat Katolik perlu dibangun dengan memperhatikan kekuatan penggerak: umat katolik, geopolitik yang berubah, akses jejaring, rasa pengikat keindonesiaan dan kekuatan pasar. Atas dasar itu, revitalisasi masyarakat sebagai media penanaman nilai-nilai kebangsaan dapat ditempatkan dalam usaha membangun masyarakat edukatif. Dengan demikian, masyarakat tidak menjadi korban perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi, konsumeris, reaktif dan seragam melainkan menjadi masyarakat yang reflektif dan edukatif.

6) Kami menyadari ada empat masalah pokok yang sedang dihadapi masyarakat Katolik di Provinsi Gerejawi Keuskupan Agung Semarang. Pertama, pemahaman akan nilai kekatolikan dan kebangsaan serta implementasinya. Kedua, meritokrasi dan kaderisasi. Ketiga, peran aktif umat Katolik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Keempat, masyarakat luas memahami politik hanya semata sebagai kekuasaan.

7) Terhadap empat masalah pokok tersebut, ditemukan inspirasi-inspirasi kreatif yang bisa ditindaklanjuti. Orang-orang Katolik hendaknya menjadi penggerak-penggerak yang proaktif dalam hidup bermasyarakat. Kearifan lokal hendaknya diangkat untuk mengembangkan nilai-nilai dasar kemanusiaan.


Rekomendasi

Setelah pengayaan melalui proses masukan narasumber, sharing kelompok, pleno, dan refleksi bersama, kami sampai pada sejumlah rekomendasi berikut ini, yang merupakan pengutusan Gereja agar keuskupan-keuskupan di provinsi gerejawi Semarang menanggapinya dan menjadikannya sebagai program keuskupan.

1) Melanjutkan revitalisasi masyarakat sebagai media penanaman nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan dengan pendidikan nilai dalam keluarga-keluarga, lembaga pendidikan, kelompok-kelompok kategorial, dan ormas Katolik, serta memberikan Ajaran Sosial Gereja dalam lembaga pendidikan dengan dukungan sarana yang memadai.

2) Bersikap hormat dan kasih terhadap kebudayaan yang memuat kebaikan, kasih persaudaraan dan kebenaran dengan mengembangkan strategi kebudayaan.

3) Mengembangkan rasa kekatolikan dan rasa nasionalisme ke-Indonesia-an di tengah globalisasi dan desentralisasi.

4) Memperteguh peran agama dalam membentuk masyarakat yang refl ng bermartabat dengan pendidikan kewarganegaraan dan ektif dan cerdas dengan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan konsisten pada Ajaran Sosial Gereja.

5) Membangun kehidupan politik ya politik jangka panjang.

6) Mengembangkan kerja sama dan jejaring dengan semua orang yang berkehendak baik yang berasal dari pelbagai agama dan kepercayaan untuk mengembangkan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan universal demi terwujudnya perdamaian.


Penutup
Pada akhirnya, kami mengimani Kristus dan menghadirkan Kristus di tengah masyarakat melalui komunitas-komunitas basis gerejawi.
Kami percaya bahwa Roh Kudus memberi inspirasi Gereja dalam menumbuhkan kebudayaan sebagai kekuatan kultural untuk membangun masyarakat reflektif. Dan sebagaimana Maria selalu menyertai Puteranya, kami yakin bahwa Bunda Maria juga menyertai dan mendoakan kami.

Semarang, 18 September 2011

Peserta Pertemuan Provinsi Gerejawi Keuskupan Agung Semarang

Keuskupan Agung Semarang

Pius Riana Prapdi Pr

Keuskupan Purwokerto

Tarsisius Puryanto Pr

Keuskupan Malang

Antonius Denny Firmanto Pr

Keuskupan Surabaya

Agustinus Tri Budi Utomo Pr

Mengetahui

a.n. Direktur Jenderal Bimas Katolik

Direktur Urusan Agama Katolik

Drs. Natanael Sesa, M.Si


Sumber : http://www.kas.or.id/?menu=4&submenu=23&id=433&action=Read

04 Juli, 2011

PANDUAN SINGKAT PELAKSANAAN TUGAS KOMISI DAN SEKSI KERAWAM DI KEUSKUPAN/ KEVIKEPAN/ DEKANAT/ PAROKI/ WILAYAH/ LINGKUNGAN

Pengantar

Dekrit tentang kerasulan awam (Apostolicam Actuositatem – selanjutnya disingkat AA) yang ditanda tangani oleh Bapa Konsili pada tanggal 18 November 1965 adalah hasil dari Konsili Vatikan II (1962 – 1965). Dekrit ini dimaksudkan untuk “memacu KEGIATAN MERASUL Umat Allah”, dimana kerasulan awam itu bersumber pada panggilan Kristiani para awam berkat Babtis dan Krisma yang diterimanya.

Dalam Dekrit ini Konsili bermaksud menjelaskan hakikat, sifat – sifat serta keanekaan kerasulan awam , dan menguraikan asas – asa dasarnya. Juga menyampaikan petunjuk – petunjuk pastoral guna melaksanakan kerasulan itu secara lebih tepat guna.

Panduan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan pegangan bagi para pengurus komisi di tingkat Keuskupan maupun Kevikepan mupun pengurus seksi atau tim kerja kerawam di dekanat, paroki dan sampai tingkat lingkungan. Semoga dengan membaca panduan singkat ini, pengembangan kerasulan awam yang difasilitasi oleh pengurus kerasulan awam dapat berjalan lebih baik dan gerakan awam menjadi lebih hidup.

Beberapa Pengertian Dasar

1. Siapa yang dimaksud dengan “Awam” atau “Kaum Awam” ?

Yang dimaksudkan dengan istilah awam adalah : ”semua orang Kristiani, kecuali yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui Gereja” (LG 31)

Jadi jelas bahwa yang dimaksud ”awam” dalam Gereja Katolik adalah mereka yang tidak menerima sakramen imamat (tidak ditahbiskan) dan yang tidak termasuk golongan yang berstatus religius yang diakui dalam Gereja.

Kaum awam, berkat Sakramen Baptis yang diterima telah menjadi anggota Tubuh Kristus. Mereka terhimpun menjadi Umat Allah, yang dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat Kristiani dalam Gereja dan dunia. (bdk. LG 31).

Kalau demikian menjadi jelas bahwa panggilan perutusan kaum awam itu bukan dari Gereja, melainkan dari Kristus (Allah) sendiri, yang serta merta diterima pada saat seorang dibabptis. Awam dipanggil untuk mengemban Tri Tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. Tugas Imamat adalah menyucikan atau menguduskan, tugas kenabian adalah mewartakan atau mengajar, tugas rajawi adalah memimpin atau membimbing. Tugas tersebut dilaksanakan dilingkungan umat sendiri atau gereja dan dunia atau masyarakat dalam hidup sehari-hari.

2. Awam # ”tidak tahu apa – apa!”

Pengertian awam dalam Gereja harus dibedakan dengan pengertian awam yang sering kita dengar dalam percakapan sehari – hari di masyarakat. Awam di Gereja tidak berarti tidak tahu apa – apa atau bahkan dikataan bodoh. Misalnya orang sering mengatakan ”maaf, saya awam dalam hal itu”. Ini artinya, tidak banyak tahu atau bahkan tidak tahu sama sekali tentang sesuatu yang sedang dibicarakan atau dibahas.

Jadi harus ditegaskan bahwa istilah awam dalam pemahaman Gereja tidak berarti bahwa seseorang digolongkan sebagai tidak tahu apa – apa, melainkan dalam artinya seperti dalam keterangan nomor sebelum ini.

3. Apa yang dimaksud ”kerasulan?”

Semua kegiatan Tubuh Mistik Kristus (Gereja) yang mengarah kepada tersebar luasnya kerajaan Kristus di mana – mana demi kemuliaan Allah Bapa, dan dengan demikian mengikut sertakan semua orang dalam penebusan yang membawa keselamatan. Juga kegiatan yang bertujuan untuk mengarahkan seluruh dunia kepada Kristus.

Kerasulan ini dijalankan oleh gereja melalui semua anggotanya dengan pelbagai cara. Dalam tubuh Kristus, yakni Gereja, seluruh tubuh “menurut kadar pekerjaan masing – masing anggotanya mengembangkan tubuh”. (Ef 4:16)

4. Apa yang dimaksud dengan ”Kerasulan Awam?”

Semua kegiatan Gereja yang mengarah kepada tersebarluasnya Kerajaan Allah yang dikerjakan oleh kaum awam. Dan dalam kerasulan awam ini, kegiatan itu memiliki dimensi atau segi yang khas, yaitu ciri keduniaannya (indoles saecularis).

Catatan : Kerajaan Allah bukan sesautu wilayah, melainkan pengakuan dan pengamalan kehendak Illahi. Dengan bantuan Rahmat Illahi orang beriman sanggup mengetahui dan melaksanakan kehendak Nya, sehingga semua menjadi baru. (bdk. Ensiklopedi Gereja, Buku 4, A. Hueken, SJ. Hal. 162).

5. Apa yang dimaksud dengan ”Ciri Keduniaan” yang khas pada awam?

Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Artinya, berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal – hal fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah.

Mereka hidup dalam dunia, artinya : menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Disitu mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat injil, sehingga dengan demikian menjadi ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam.

Jadi tugas awam yang istimewa adalah menyinari dan mengatur hal – hal fana, yang erat – erat melibatkan mereka, selalu terlaksana da berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Sang Penebus. Pelaksanaan tugas panggilan itu bukan pertama – tama untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk kemuliaan Allah.

6. Apakah semua awam dipanggil untuk merasul?

Semua awam yang terhimpun sebagai umat Allah dan berada dalam satu kesatuan Tubuh Kristus dibawah satu kepala, tanpa kecuali dipanggil untuk menyumbangkan segenap tenaga, yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan Rahmat Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusannya terus menerus.

Dengan babptis dan krisma semua ditugaskan oleh Tuhan sendiri untuk kerasulan itu. Kaum awam dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di tempat dimana mereka berada dan bekerja.

7. Apa yang dimaksud dengan ”Komisi/ Seksi/ Tim Kerja Kerawam?

Komisi umumnya ada di tingkat Konfrensi Wali Gereja, Keuskupan dan Kevikepan. Sedangkan seksi ada di tingkat paroki dan lingkungan. Tim kerja lebih menunjuk pelaksanaan tugas seksi yang tidak asal ditunjuk seorang ketua seksi, melainkan ada dalam sebuah tim yang bersifay kolegial (bersama).

Komisi atau seksi adalah organ yang dibentuk oleh Koferensi Waligereja atau oleh Uskup atau Vikaris Episkopal (Vikep) untuk membantu pelaksanaan reksa pastoral mareka.

Maka Komisi atau seksi kerawam adalah organ yang dibentuk oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), oleh Uskup, atau oleh Vikep untuk membantu pelaksanaan reksa pastoral untuk meningkatkan kerasulan kaum awam, sehingga mereka dapat menjadi lebih aktif melaksanakan tugas kerasulan mereka.

8. Apa kekhasan kerja Komisi/ Seksi Kerawam?

Karena kerasulan awam itu meliputi semua bidang kehidupan yang harus dihayati dan dilaksanakan oleh kaum awam, maka harus dipahami secara lebih tepat demikian :

Awam Katolik merasul d banyak bidan kehidupan:ekonomi, kesehatan, pendidikan, pemerintahan, politik, pertahanan dan keamanan dll, maka menjadi sangat luas atau terlalu banyak kalau komsi/ seksi kerawam harus mengambil segmen itu untuk dilibati.

Maka, Komisi/ Seksi Kerawam harus berani mengambil prioritas bidang garapan dengan membaginya ke dalam dua tekanan ini.

Tugas (Bidang) Umum :

Menganimasi, memotivasi dan mendorong pengembangan dan pelaksanaan spiritualitas awam dalam kehidupan, yakni keterlibatannya dalam segala bidang kehidupan.

Maka visi yang dikembangkan untuk tugas khusus ini adalah: semakin banyak awam Katolik terpanggil dan berpartisipasi serta terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dalam terang rahmat iman Katolik.

Tugas (bidang) Khusus:

Menganimasi, memotivasi, dan mendoro ng keterlibatan awam dalam kehidupan sosia politik dan sosial kemasyarakatan.

Maka visi yang dikembangkan untuk tugas khusus ini adaah: semakin banyak awa Katolik terpanggil dan berpartisipasi serta terlibat dalam kegiatan sosial politik dan kemasyarakatan dalam terang iman Katolik.

9. Apa contoh keterlibatan di bidang sosial pilitik dan bidang sosial kemasyarakatan?

Bidang sosial politik misalnya, aktif d partai politik dengan menjadi angota suatu partai politik, menjadi wakil rakyat (DPR/ DPD/ DPRD), menjadi anggota eksekutif (menjadi pejabat di pemerintahan: Presien/ Wkil Presiden, Gubernur/ wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/ Wakil Walikota) atau menjadi anggota Yudikatif (misalnya Hakim Agung/ Hakim/ Jaksa). Bidang sosial kemasyarakatan misalnya menjadi ketua atau pengurus RT, Ketua atau pengurus RW, anggota organisasi kemasyarakatan (ormas), menjadi anggota Wanita Katolik Republik Indonesia(WKRI), Pemuda Katolik, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan juga dalam pelbagai lembaga pemberdayaan masyarakat yang semakin beragam

Arah dan Tujuan Pemberdayaan Kaum Awam

Pemberdayaan awam dimaksudkan agar para awam Katolik benar-benar memiliki kapasitas atau kekayaan pribadi sevagai awam Katolik dalam hal-hal sebagai berikut ini

10. Ambil bagian dalam tri tugas Kristus

Agar memahami, menghayati dan mewujudkan panggilan yang mereka terima dari Kristus sendiri pada saat mereka dibabtis dan mendapatkan Krisma; yaitu untuk ambil bagian dalam tri tugas Kristus sebagai nabi (mewartakan/ mengajar), imam (menyucikan/ menguduskan) dan raja (memimpin/ membimbing).

11. Tugas Pokok Kerasulan Awam

Agar kaum awam dalam gereja semakin mengerti tugas kerasulannya yang utama, yaitu mewartakan Injil, menyucikan umat manusia, pembaruan tata dunia dan menjalankan amal kasih.

12. Dimana saja kaum awam melibatkan diri

Agar kaum awam semakin menyadari tugas kerasulan mereka di lingkungan sosial, kerasulan di lingkungan nasional dan internasional; khususnya keterlibatan politik dan dialog yang luas.

Ragam atau Jenis Kegiatan

Kegiatan yang bisa dikerjakan oleh Komisi atau Seksi Kerasulan Awam di Keuskupan, Kevikepan, Paroki maupun Lingkungan ada cukup banyak hal. Di antaranya:

13. Peningkatan pengetahuan ”AWAM” dan ”Tugas Kerasulannya”.

Pengetahuan umat Katolik (awam Katolik) tentang jatidirinya dan tugas perutusan yang harus diembannya dapat ditingkatkan melalui banyak cara atau kegiatan, misalnya :

a. Kursus tentang kumpulan dokumen hasil Konsili Vatikan II, khuusnya yang mebicarakan masalah awam Katolik dan tugas – tugasnya.

b. Kursus dan pendalaman tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG) dengan menggunakan sumber utama buku kumpulan ASG mulai dari Rerum Novarum sampai Caritas in Vertate dan buku Kompendium Ajaran Sosial Gereja.

c. Ceramah, Seminar, Diskusi atau kegiatan serupa dengan mengambil dan mendalami topik – topik sekitar awam Katolik dan tugas kerasulannya.

d. Pembuatan brosur – brosur sederhana untuk menambah pengetahuan umat.

14. Pendampingan para aktivis awam Katolik.

Pendampingan para aktivid awam Katolik bisa dilaksanakan di berbagai tingkatan dengan tujuan memberi sapaan dan memperkaya dengan pembekalan rohani maupun pengetahuan para aktivis tersebut, misalnya:

a. Komisi Kerawam KWI: selama ini melaksanakan pendampingan kepada para anggota DPR dan DPD RI, PNS yang ada di berbagai Departemen/ Kementrian, pengurus ORMAS Katolik di tingkat PP/ DPP, para aktivis Partai Politik di tingkat PP/ DPP dll.

b. Komisi Kerawam Keuskupan : bisa mendampingi para anggota DPRD Propinsi/ Kabupaten/ Kota yang Katolik, PNS di Kanwil maupun Dinas – Dinas seta para aktivis Ormas dan Parpol di tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah).

c. Seksi Kerawam di Paroki – Paroki : Bisa mendampingi para ketua dan pengurus RT, RW, Perangkat Desa/ Kelurahan bahkan juga yang ada di tingkat Kecamatan. Mendampingu anggota Paroki yang aktif di ORMAS dan ORPOL terutama mereka yang tidak masuk dalam jajaran pengurus.

15. Penguatan Partisipasi Umat Katolik dalam kehidupan demokrasi

Keterlibatan umat dalam kehidupan demokrasi jangan berhenti hanya pada saat ikut PILKADES, PILKADA maupun PEMILU; tetapi harus diperluan jangkauan dan isi serta aktivitasnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi umat Katolik dalam kehidupan demokrasi, antara lain:

a. Aktif mengikuti pembahasan berbagai Rancangan Undang Undang (RUU) dan Rancangan Peranturan Pemerintah (RPP) untuk ditingka pusat. Sedangkan di tingkat Keuskupan, Kevikepan dan Paroki bisa ikut membahas Rancangan Peraturan Daerah(RAPERDA) Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.

b. Aktif melakukan sosialisasi atas UU dan PP (pusat) atau PERDA dan berbagai kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah kepada umat atau masyarakat agar mereka juga mengetahui maksud, isi dan implikasi atau akibat yang harus ditanggung masyarakat.

c. Aktif dalam pengawasan terhadap proses jalannya pemerintahan pada tingkatan masing – masing , agar pemerintahan dapat dijalankan dengan mewujudkan prinsip – dasar akuntabilitas dan transparansi.

d. Aktif mengikuti dan mendiskusikan masalah – masalah sosial yang dihadapi dan yang terus berkembang di masyarakat, misalnya kasus – kasus aktual kemiskinan, pengangguran, kekerasan dalam masyarakat, dll

16. Penyiapan kader – kader Katolik di bidang Politik dan sosial kemasyarakatan

Kaderisasi tidak harus dilaksanakan hanya ditingkat pusat ( misalnya yang selama ini terus didesak-desakkan adalah kaderisasi yang harus dilakukan oleh KWI). Justru dengan berkembangnya otonomi daerah, maka kaderisasi yang paling menjawab keperluan adalah di tingkat Keuskupan, Kevikepan dan Paroki. Di tingkat nasional terus dibuat oleh komisi atau kerjasama antar komisi di KWI. Di daerah harus juga secara nyata dilakukan oleh Keuskupan, Kevikepan dan Paroki – Paroki.

Ragam Tugas Komisi/ Seksi/ Tim Kerja Kerawam

17. Komisi Kerawam KWI

a. Membantu Wali Gereja Indonesia (para Uskup) dalam mengembangkan kerasulan awam secara lebih konsepsional dan sistematis di Indonesia.

b. Membantu Waligereja dalam mengembangkan spiritualitas awam, kesdaran dan motivasi orang Katolik secara perorangan maupun kelompok untuk lebih menghayati dan melaksanakan partisipasinya dalam tri tugas Kristus dan panca tugas Gereja (Diakonia, Koinonia, Liturgia, Martyria dan Kerygma) dalam, lingkup intern Gereja maupun dalam tata dunia.

c. Membantu agar Umat Katolik di manapun didorong untuk menggali dan semakin menghayati spiritualitas kerasulan awam dalam tugas perutusan mereka dalam pekerjaan dan profesi mereka masing – masing.

d. Memantapkan kesadaran umat akan panggilannya sebagai warga gereja dan warga negara Indonesia agar berperan serta dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat dengan semangat iman Kristiani.

18. Komisi Kerawam Keuskupan/ Kevikepan

a. Membantu bapa Uskup dalam mengembangkan kerasulan awam secara lebih konsepsional dan sistematis di wilayah keuskupannya

b. Membantu Uskup dalam mengembangkan spiritualitas awam, kesadaran dan motivasi orang Katolik secara perorangan maupun kelompok untuk lebih menghayati dan melaksanakan partisipasinya dalam tri tugas Kristus maupan panca tugas Gereja dalam lingkup intern gerej maupun dalam tata dunia.

c. Membantu agar umat Katolik di seluruh wilayah Keuskupan didorong untuk menggali dan semakin menghayati spiritualitas kerasulan awam dalam tugas perutusan mereka dalam pekerjaan dan profesi mereka masing – masing.

d. Memantapkan kesadaran umat akan panggilannya sebagai warga Gereja dan Warga negara Indonesia agar berperan serta dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat dengan semangat iman Kristiani.

19. Seksi Kerawam Paroki/ Lingkungan

a. Membantu pastor paroki dan Ketua Lingkungan dalam mengembangkan kerasulan awam secara lebih konsepsional dan sistematis di wilayah paroki/ lingkungan.

b. Membantu Pastor Paroki dan Ketua Lingkungan dalam mengembangkan spiritualitas awam, kesadaran dan motivasi orang Katolik secara perorangan maupun kelompok untuk lebih menghayati dan melaksanakan partisipasinya dalam tri tugas Kristus maupan panca tugas Gereja dalam lingkup intern gerej maupun dalam tata dunia.

c. Membantu agar umat Katolik di seluruh wilayah paroki didorong untuk menggali dan semakin menghayati spiritualitas kerasulan awam dalam tugas perutusan mereka dalam pekerjaan dan profesi mereka masing – masing.

d. Memantapkan kesadaran umat akan panggilannya sebagai warga Gereja dan Warga negara Indonesia agar berperan serta dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat dengan semangat iman Kristiani.

Dokumen Tentang Kerawam Yang Penting Dipelajari

1. Apostulicam Actuositatem (AA), dekrit tentang Kerasulan Awam , Konsili Vatikan II, 1965.

2. Lumen Gentium (LG), Konstitusi Doggmatis tentang Gereja, Khususnya Bab IV tentang ”awam”, Konsili Vatikan II, 1965.

3. Christifideles Laici (CL), para anggota awam umat beriman.

4. Gaudium et Spes (GS), Konstitusi Pastoral tentang Gereja di dalam dunia dewasa ini, Konsili Vatilan II, 1965

5. Dokumen Ajaran Sosial Gereja, Dari Rerum Novarum sampai Caritas in Varitate. Dokpen KWI

PENUTUP

Demikianlah beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk para pegiat Kerawam dalam semua tingkatannya. Semoga bermanfaat dan memberi kegairahan dalam menjalankan tugas, sehingga tidak selalu harus bertanya: ”gaweyanku apa?” (pekerjaanku apa?).

Selamat berpastoral dan berjuang demi semakin besar kemuliaan Allah dan semakin banyak orang diselamatkan.

16 Juni, 2011

HASIL RAPAT PLENO VI KOMISI KERASULAN AWAM KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA BANDUNG, 24-27 MEI 2011




Rapat Pleno VI Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah diselenggarakan di Bandung pada 24-27 Mei 2011. Rapat yang dihadiri oleh utusan dari Keuskupan di seluruh Indonesia, organisasi-organisasi kemasyarakatan Katolik, kelompok-kelompok kategorial, dan mitra Komisi Kerawam KWI, telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:

1. Membangun Kerasulan Awam yang Mandiri dan Tangguh Dalam Kehidupan Sosial Politik yang teguh dalam prinsip-prinsip iman Katolik, berkualitas, memiliki integritas tinggi dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan umum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Arah pengembangan kerasulan awam tersebut mempunyai ciri-ciri:

a. Tangguh, berkualitas, dan kokoh dalam prinsip yang berdasarkan iman Katolik.

b. Memiliki jaringan yang luas dan penguasaan terhadap data dan informasi.

c. Peka dan terlibat dalam persoalan strategis di bidang sosial, politik, dan kemasyarakatan sebagai perwujudan dari iman Katolik dan semangat kebangsaan.

d. Bekerja sama secara sinergis dengan hirarki dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan umum

Arah kerasulan awam tersebut ditindaklanjuti oleh seluruh keuskupan, Provinsi Gerejawi, ormas-ormas Katolik, kelompok-kelompok kategorial, dan mitra kerawam dengan menetapkan kebijakan dan program aksi (terlampir)

2. Merekomendasikan kepada KWI (Komisi Kerasulan Awam, Konferensi Waligereja Indonesia), sebagai berikut:

a. Penguatan kelembagaan, fungsi, dan peran kerasulan awam di keuskupan-keuskupan,

b. Pleno Komisi Kerawan KWI sebaiknya diselenggarakan tiga tahun sekali.

c. Dalam rangka mewujudkan kaderisasi yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan, Komisi Kerasulan Awam KWI perlu memfasilitasi silabus, dan modul kaderisasi bagi keuskupan di seluruh Indonesia.

d. Memfasilitasi pertemuan di tingkat Provinsi Gerejawi dan Komisi Kerasulan Awam Keuskupan (dalam hal modul, tenaga, dan dana).

e. Mengkomunikasikan isu-isu sosial dan politik yang aktual ke seluruh Komisi Kerasulan Awam Keuskupan.

f. Meningkatkan komunikasi dan informasi antara Komisi Kerasulan Awam KWI dan seluruh keuskupan melalui website dan mailing list.

g. Agar Ajaran Sosial Gereja (ASG) dapat dipahami seluruh umat, perlu gerakan bersama dengan menjadikan Agustus sebagai Bulan Ajaran Sosial Gereja.

Demikian hasil Rapat Pleno VI Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia 2011.

Bandung, 26 Mei 2011

Peserta Pleno VI

Komisi Kerasulan Awam

Konferensi Waligereja Indonesia

Disetujui Peserta Pleno VI, yang diwakili oleh:

1. Provinsi Gerejawi Medan

2. Provinsi Gerejawi Palembang

3. Provinsi Gerejawi Jakarta

4. Provinsi Gerejawi Semarang

5. Provinsi Gerejawi Ende

6. Provinsi Gerejawi Kupang

7. Provinsi Gerejawi Pontianak

8. Provinsi Gerejawi Samarinda

9. Provinsi Gerejawi Makassar

10.Provinsi Gerejawi Merauke

11.Ormas Katolik

12.Kelompok Kategorial

13.Mitra Kerawam

10 Mei, 2011

RANGKAIAN PERINGATAN 120 TAHUN RERUM NOVARUM KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG


Pada 15 Mei 1891, -seratus dua puluh tahun lalu- , Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik (surat edaran kepada semua uskup di seluruh dunia untuk diteruskan ke umat) berjudul “Rerum Novarum” (Hal-hal Baru). Mengapa disebut “Hal-hal Baru?” Dalam RN ini Paus Leo XIII membahas Ajaran Sosial Gereja (ASG) seraya menunjukkan asas-asas atau pun pedoman-pedoman tentang tatasosial Katolik (baca: Ensiklopedi Populer Tentang Gereja, 1975). Pada waktu itu keadaan dunia sangat dicekam kemiskinan yang terutama diderita oleh buruh upahan yang hidup bagaikan budak bagi sebagian (kecil) orang-orang kaya. Secara positif RN menegaskan “tenaga kerja manusia jangan diperlakukan sebagai barang dagangan belaka, tetapi sebagai perwujudan langsung martabat insani. Maka orang-orang kaya haruslah adil. Karena itu kewajiban seluruh Negara, pemerintah, dan masyarakat, untuk memajukan perkembangan social ekonomi.

Sejak saat itu tema upah yang adil, perlawanan terhadap penghisapan atas orang pribumi oleh penjajah, dsb mulai dibahas secara terbuka. Sejak saat itu pula teologi moral yang berkembang ialah mencari jawaban atas perubahan struktur sosial dgn mengembangkan ajaran ttg. hidup kemasyarakatan modern. ASG memang tidak banyak menggunakan argumen biblis-teologis, karena memandang masalah sosial dan pemecahan konkritnya sebagai persoalan manusiawi yang umum. Maka dikembangkanlah suatu analisis sosio-filosofis tentang proses-proses kemayarakatan untuk menghasilkan prinip-prinsip sosial yang berlaku umum dalam konteks mencapai cita-cita membangun kehidupan masyarakat yang adil. Tegasnya, argumentasi ASG bersifat filosofis, tetapi inspirasi untuk mencari pemecahan dan kekuatan untuk melaksanakan keadilan sosial ditimba dari iman kristiani.

Latar belakang dan masalah yang dibahas 120 tahun yang lalu, sampai saat ini ternyata masih mirip dan relevan dengan kondisi kita di Indonesia saat ini. Karena itu, RN dirujuk sebagai bahan perenungan dan refleksi Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang dalam rangka turut membangun dan mengembangkan pelayanan dibidang sosial politik kemasyarakatan. Apalagi, pada saat ini Keuskupan Agung Semarang sedang sangat gencar menyebarluaskan Arah Dasar (Ardas) lima tahun ke depan, yang antara lain menegaskan di alinea 3: Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama kaum awam, secara berkesinambungan dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok.”

Sangatlah tepat peringatan 120 tahun RN ini dikaitkan langsung dengan bulan ASG (puncaknya pada Agustus ketika bangsa dan Negara kita memperingati Hari Proklamasi).

Tujuan kegiatan Peringatan 120 tahun Rerum Novarum Keuskupan Agung Semarang dan bulan ASG 2011 Keuskupan Agung Semarang mencakup :

1. Sosialisasi dan internalisasi Ajaran Sosial Gereja di kalangan Umat Katolik Keuskupan Agung Semarang dalam kerangka aktualisasi ARDAS KAS 2010-214, dan

2. Membantu memecahkan permasalahan social politik kemasyarakatan sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja dengan mendorong dan meneguhkan pengembangan umat Allah, terutama karya kaum awam, di tengah masyarakat guna pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel serta pelestarian keutuhan ciptaan dengan dasar Ajaran Sosial Gereja.

Tema peringatan kali ini : “Mencintai Bangsa Dalam Semangat ASG”

Peringatan 120 tahun Rerum Novarum Keuskupan Agung Semarang dan bulan ASG 2011 Keuskupan Agung Semarang dilakukan dalam sejumlah rangkaian kegiatan meliputi :

1. Diterbitkannya Surat Gembala Uskup Agung Semarang perihal Peringatan 120 Tahun Rerum Novarum

Uskup Agung Semarang Mgr. J Pujasumarta, Pr akan menerbitkan/ mengeluarkan Surat Gembala berkaitan dengan 120 tahun Rerum Novarum pada tanggal 15 Mei 2011. Surat gembala ini akan berisikan penegasan keadilan untuk peradaban publik, keadilan sosial dan hal yang baru abad 21.

Materi Surat Gembala mencakup, seruan guna mengingatkan lagi dalam konteks sekarang bagaimana tugas negara memikirkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk perlu seruan untuk :

- Umat katolik untuk meningkatkan solidaritas bersama.

- Pemerintah daerah, supaya menganggap buruh sebagai warga negara mempunyai andil besar dalam pembangunan; penetapan upah minimum Kabuputen/Kota agar sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak masing-masing daerah; orang miskin harus dilihat sebagai subjek yang mempunyai potensi meningkatkan kesejahteraan pribadi dan masyarakat serta pembantu rumah tangga disamakan hak dan kewajiban sebagai buruh.

- Pemerintah pusat, agar supaya mengeluarkan kebijakan yang sungguh berpihak kepada orang yang menderita (KLMTD) dan segera merealisasikan langkah-langkah pembangunan sosial dan kesejahteraan yang dicanangkan melalui Millennium Development Goals (MDG’s) sebelum 2015. Terdapat 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG’s), yakni (1) Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, (2) Pemerataan pendidikan dasar, (3) Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan, (4) Mengurangi tingkat kematian anak, (5) Meningkatkan kesehatan ibu, (6) Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, (7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup dan (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

2. “Doa Rosario Bagi Bangsa dan Negara”

Akan dilaksanakan di bulan Agustus 2011 dengan empat peristiwa. Renungan tiap peristiwa akan dihubungkan dengan masalah-masalah aktual sosial ekonomi kemasyarakat yang berkembang di masyarakat Indonesia.

Untuk itu sudah disiapkan pengantar doa rosario yang disosialisasikan dan didaraskan pada bulan Juli sampai dengan Agustus pada waktu perayaan hari kemerdekaan RI.

3. Seminar ASG di empat kevikepan dengan tema-tema yang berbeda di tiap kevikepan.

Seminar dengan tema tematis ASG di empat kevikepan dengan tujuan sosialisasi sekaligus penyadaran serta menemukan nilai-nilai ASG dalam bahasan tema kehidupan kemasyarakatan yang diseminarkan yang meliputi :

  • a. Kevikepan Semarang pada 22 Mei 2011 pukul 10 pagi dengan tema “Menemukan Nilai-Nilai ASG dalam Relasi Modal dan Buruh”. Pembicara DR. JC. Tukiman Taruna dan Rm. Vincentius Sugondo, SJ. bertempat di Gedung Kantor Pelayanan PAstoral Keuskupan Agung Semarang, Jl. Imam Bonjol 172 Semarang
  • Kevikepan Kedu 19 Juni 2011 jam 10 pagi dengan tema “Implementasi Nilai-Nilai ASG dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan Orang Miskin". Pembicara Rm. AG. Luhur Prihadi. Pr. dan Prof. FX. Sugiyanto. Bertempat di Gereja Santo Ignatius Magelang, Jl. Yos Sudarso No. 6 Magelang
  • Kevikepan Surakarta 24 Juni 2011 jam 10 pagi dengan tema “Implementasi Nilai-Nilai ASG dalam Ranah Kebijakan Publik”. Pembicara FX. Hadi Rudiyatmo dan Drs. Andreas Pandiangan, M. Si. Bertempat di Gereja Santa Maria Regina Purbowardayan Jend. A. Yani No. 10 Surakarta
  • Kevikepan DIY tanggal 14 Agustus 2011 jam 10 pagi dengan tema “Implementasi Nilai-Nilai ASG Guna Membangun Solidaritas” pembicara Rm. Isidorus Warnabinarja, SJ dan dari Lingkar Muda DIY.Bertempat di Gedung Widya Mandala Yogyakarta Jln. Abubakar Ali Yogyakarta
  • Ditutup dengan pemaparan Surat Gembala Perayaan Hari Kemerdekaan RI dari Keuskupan Agung Semarang oleh Mgr. J Pujasumarta, Pr.

Peserta seminar adalah:

- Perwakilan dari paroki (Dewan Paroki dan PK3 Paroki)

- Ormas Katolik

- Anggota DPRD Katolik

- Pelajar / Mahasiswa Katolik

- Umum