29 Maret, 2011

SEKITAR ETIKA POLITIK KRISTIANI

Franz Magnis – Suseno, SJ :
(Telah dikembangkan dalam RR Dasa edisi Maret 2011)

Pengantar

Sekitar etika politik Kristiani ini :

1. Membahas prinsip dasar sikap Kristiani terhadap negara.

2. Menunjukkan bahwa atas dasar kesatuan pandangan dasar itu terdapat pluralitas opsi kebijakan publik bagi orang Kristiani.

3. Menterjemahkan semangat Injil dalam kehidupan berbangsa ke dalam tujuh prinsip etika politik Kristiani.

4. Menambah catatan tentang sikap Kristiani terhdap idiologi negara, untuk

5. Menunjuk pada hal- hal yang paling mendesak sekarang

I. KAISAR dan ALLAH

1. Untuk menemukan prinsip dasar sikap Kristiani tentang negara, kita dapat bertolak dari apa yang dikatakan Yesus sendiri : ”Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah” (Mt. 22: 21). Apa yang mau dikatakan Yesus di sini? Tidak jarang kata Yesus ini diartikan seakan - akan Yesus bicara tentang perpisahan antara agama dan negara. Padahal masalah agama tidak disinggung di sini. Yang mau dikatakan Yesus adalah lain. Pertama Ia mengatakan : Berikan kepada Kaisar apa yang memang menjadi haknya. Dimana Kaisar sama dengan negara. Yesus mengaku bahwa negara mempunyai hak - hak dan para pengikut Yesus harus memenuhi hak - hak negara tersebut. Kiranya hal ini dapat juga diperluas. Yesus mau mengatakan bahwa di dunia adalah pelbagai pihak misalnya orang tua, atasan di tempat kerja, guru dan pemerintah. Semua mempunyai wewenang masing - masing ( yang diuraikan lebih lanjut oleh Yesus) dan manusia, termsuk para pengikut Yesus, wajib taat pada wewenang mereka itu.

2. Dalam nada yang sama Santo Paulus menegaskan, bahwa ”tiap - tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak bersal dari Allah” (Roma 13:1). Begitu pula kita membaca dalam surat pertama Petrus, bahwa kita hendaknya tunduk pada lembaga manusia (1 Ptrs.2:13 dsl)

3. Karena itu Gereja monolak ajaran beberapa pihak Kristiani ekstrem bahwa orang Kristiani, karena dibimbing oleh Roh Kudus, tidak perlu taat kepada lembaga - lembaga manusia. Orang Kristen wajib tunduk kepada hukum dan wewenang negara.

4. Tetapi wejangan Yesus baru kita mengerti betul apabila kita juga memperhatikan juga kalimat yang kedua ”Dan berikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah!” Nah, Yesus tidak mengatakan bahwa disamping hak negara , Allah juga mempunyai satu dua hak. Melainkan agar kita hendaknya jangan lupa, bahwa hak (orang tua dan atasan ) negara semua itu akhirnya adalah hak Allah. Karena (orang tua dan atasan) kaisar menerima wewenang mereka dari Allah. Segala kewajiban didunia hanya wajib sejauh sesuai dengan kewajiban paling dasar yang ada pada manusia : taat kepada ALLAH! Hal itu dirumuskan dengan paling jelas oleh Petrus dan para rasul lainnya pada waktu Mahkamah Agung Yahudi di Yerusalem mau melarang mereka jangan mengajar dalam nama Yesus : ”Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” (Kis 5: 29). Maka kewajiban untuk taat kepada penguasa dunia apa pun bersyarat: kita wajib taat kepada Kaisar, tetapi apabila Kaisar memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan hak Allah, kita harus menolak.

5. Taat kepada hak Allah berarti apa? Adalah tugas Gereja untuk, dalam cahaya bimbingan Roh Kudus , membaca merenungi Injil/ Kitab Suci dan menjelaskan kehendak-kehendak Allah. Atau secara singkat : Allah menghendaki agar kita melakukan apa yang adil dan benar.

6. Sekarang kita dapat merumuskan dengan lebih persis sikap umat Kristiani tehadap Negara. Umat Kristiani selalu mengakui dan taat pada wewenang negara, umat Kristiani bersikap positif dan setia pada pemerintahnya, dan bahkan bahkan apabila ia dirugikan, ditekan atau ditindas ia tidak memberontak. Akan tetapi apabila negara memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan keadilan dan kebenaran, umat Kristiani harus menolak. Dan memilih dirugikan dan bahkan bersedia mati, demi keadilan dan kebearan. Dalam hal ini kita berpegang pada sabda Yesus : ”Seorang hamba tidklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka akan menganiaya kamu ... kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku” (Yoh. 15: 19 ; 16: 2). Kesediaan untuk menjadi martir, untuk mati demi iman kita, termasuk panggilan kita sebagai orang Kristiani.

II. Pluralitas Opsi – Kesatuan Pandangan Dasar

1. Sesudah kita melihat sikap dasar Kristiani terhadap kekuatan-kekuatan di dunia, mari kita sekarang melihat dengan lebih terinci wewenang dan batas wewenang Gereja dalam bidang pembangunan politik. Bertolak dari perspektif Gereja Katolik yang tidak mesti sama dengan perspektif Protestan karena bagi Gereja Katolik, dibandingkan dengan Gereja Protestan yang khas itu wwenang besar pusat. Namun pada hakekatnya catatan ini juga berguna bagi kalangan di luar Katolik.

2. Kita bertolak dari kesadaran dasar, bahwa umat Kristiani tidak diutus hanya untuk mengupayakan keselamatannya sendiri. Melainkan kita diutus melanjutkan karya keselamatan Kristus di dunia. Kita diutus menjadi saksi Kristus dalam masyarakat. Kita dijadikan garam dalam masyarakat dalam masyarakat. Oleh karena itu, umat Kristiani memang wajib berpartisipasi dalam semua dimensi kehidupan masyarakat, sesuai denga kemampuan dan kesempatan mengKristianikan kehidupan politik. Bagi orang-orang Katolik, Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali sikap Gereja : Tidak ada ”model - model pembangunan Katolik”, jadi tidak ada ”negara khas Katolik”, ”ekonomi khas Katolik”, maupun ”masyarakat Khas Katolik”.

3. Kita harus membedakan wewenang Gereja sendiri dan wewenang anggota - anggotanya. Gereja sendiri memaklumkan prinsip-prinsip Kristiani ke dalam semua bidang kehidupan, termasuk bidang politik. Tetapi Gereja tidak ikut menentukan kebijakan politik praktis. Sedangkan politisi Kristiani terlibat dalam politik praktis, dalam semangat Injil, tetapi bukan atas nama Gereja, melainkan atas dasar tanggung jawab dan suara hati mereka sebagai orang Kristiani dan warga negara.

4. Bagi umat Katolik, Gereja tidak boleh mau menentukan sikap-sikap mana yang diambil para politisi Katolik. Konsili Vatikan II menulis dengan tegas ”Masyarakat politik dan Gereja, di bidangnya masing-masing, tidak bergantung satu sama lain dan otonom. Akan tetapi keduanya meskipun berdasarkan alasan yang berbeda beda melayani panggilan pribadi dan sosial manusia yang sama” (GS no. 76). Dalam tulisan ini diakui bahwa tujuan usaha negara dan dan Gereja adalah sama, yaitu manusia. Akan tetapi dalam menjalankan tugas mereka itu negara dan Gereja saling otonom. Gereja tidak berhak untuk mengatakan kepada negara apa yang harus dilakukannya, dan negara tidak boleh mencampuri kehidupan Gereja.

5. Hal itu mempunyai implikasi bagi partisipasi orang Katolik dalam kehidupan bernegara. Di satu pihak, dalam berpolitik orang Katolik tidak berada dibawah wewenang pimpinan Gereja.Uskup dan Sri Paus pun tidak dapat memerintahkan kepadanya apa yang harus dilakukannya. Orang Katolik sendiri, berdasarkan suara hatinya sebagai orang Katolik, harus menentukan sikapnya. Akan tetapi di lain pihak, suara hati politisi Katolik harus dididik supaya sesuai dengan pandangan dasar politik Gereja. Dalam menentukan sikapnya, ia harus berorientasi pada prinsip - prinsip etika politik Kristiani di bawah ini.

6. Maka diantara orang Kristiani boleh saja ada perbedaan opsi (harapan) dan pendapat politik. Apakah ingin membikin partai politik sendiri atau mengikuti partai yang orientasinya dapat dipertanggungjawabkannya, boleh ditentukan sendiri. Sebagai orang Kristiani, kita bisa saja mempunyai pandangan politik berbeda, tetapi pandangan dasar harus sama. Dengan demikian boleh saja ada pluralitas opsi, namun untuk keselamatan dan kemajuan bangsa.

III. Tujuh Prinsip Etika Injili dalam Kehidupan Berbangsa

1. Apa yang dimaksud dengan semangat Injili? Kita dapat mengatakan, bahwa semangat Injil terdiri atas sikap tiga sikap dasar : Semangat cinta kasih, Hormat terhadap martabat manusia (setiap orang sebagai anak tercinta Allah) dan Solidaritas dengan orang - orang miskin dan lemah. Semangat Injili dalam tiga arah perwujudan ini mengikat politisi Kristiani. Maka politisi Kristiani tidak memberikan ruang kepada kebencian dan balas dendam. Ia tidak pernah memperalat orang lain. Ia menolak pembangunan yang dibayar dengan mengorbankan orang-orang kecil, penduduk lokal, perempuan dan lain - lain. Dan ia berada di pihak orang-orang kecil, ikut membela hak - hak mereka, ikut memperjuangkan kepentingan mereka, menuntut agar mereka diberikan perhatian khusus. Tiga semangat itulah ciri pengikut Kristus dalam kehidupan sosial politik semua bangsa dimana ada umat Kristiani.

2. Yang penting adalah bagaimana menerjemahkan semagat Injil itu kedalam bahasa politik. Orang Kristiani ikut dalam kehidupan politik, tidak berarti bahwa mereka selalu sependapat. Bisa saja orang Katolik menganut kebijakan politik yang berbeda. Tidak ada monopoli kebijakan politik. Maka perbedaan pandangan politik dalam umat Kristiani wajar-wajar saja. Akan tetapi dimana kita tidak boleh berbeda adalah dalam semangat Injili tadi. Dalam ajaran Gereja sekarang ini, semangat Injili dikonkretkan dalam beberapa prinsip-prinsip etika Kristiani. Maka perbedaan dalam kebijakan konkret diantara orang Kristiani harus tetap berdasarkan cita-cita dasar yang sama dan perjuangan mereka tetp atas dasar landasan prinsip-prinsip itu.

3. Manakah prinsip-prinsip itu? Tidak ada prinsip-prinsip yang sama sekali baku. Namun tujuh prinsip berikut sekurang-kurangnya dalam Gereja Katolik dianggap paling dasar dalam segala perjuangan politik.

1) Prinsip kebaikan hati. Sikap baik hati terhadap siapapun, kawan maupun lawan, adalah tuntutan dasar Yesus pada para pengikutnya. Begitu pula tujuan segala pembangunan adalah keadilan, kebahagiaan, kebebasan dan perdamaian bersama bertambah. Dalam kehidupan politikpun orang Kristiani akan menunjukkan kesediaan untuk memaafkan, berdamai, untuk menghormati lawan.

2) Berpihak pada kehidupan. Orang Kristiani tidak memakai kematian sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuannya. Karena itu, orang Kristiani menolak abortus dan pembunuhan janin demi tujuan penelitian. Demikian pula orang Kristiani menolak pembunuhan – pengrusakan demi mencapai tujuan pemenangan politisnya.

3) Prinsip paling umum Ajaran Sosial Gereja adalah prinsip Kesejahteraan Umum (bonum commune). Yang dimaksud adalah, negarawan dan politisi, baik di level nasional maupun lokal, ditugasi untuk mengusahakan kepentingan umum dan bukan kelompok/ diri sendiri. Negarapun bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan diciptakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Negara adalah untuk manusia, bukan manusia untuk negara. Maka politisi Kristiani akan selalu mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi juga dari pada kepentingan golongannya atau kepentingan partainya. Dalam prinsip itu langsung terimplikasi, bahwa politisi Kristiani tidak ikut korupsi (waktu, uang, tenaga). Politisi Kristiani berpolitik demi kesejahteraan masyarakat dan tidak memakai kesempatan, yang barangkali ada, untuk secara sah memperkaya diri.

4) Prinsip Subsidiaritas. Prinsip ini mengatakan, bahwa lembaga lebih tinggi wajib membantu lembaga-lembaga lebih rendah, pabila mereka tidak dapat sendiri menyelesaikan keperluan - keperluan mereka. Dan dari sudut terbalik, tugas - tugas yang dapat diselesaikan memuaskan oleh lembaga - lembaga lebih rendah, tidak boleh diambil alih oleh lembaga lebih tinggi. Prinsip itulah yang menjadi latar belakang ”Otonomi Daerh”. Apa yang dapat dikerjakan Propinsi, jangan ditarik ke Pusat oleh Pemerintah Nasional. Dan apa yang dapat diselsaikan di tingkat kelurahan, bukan urusan Bupati.

5) Prinsip Solidaritas. Prinsip ini menegaskan, bahwa dalam pembangunan semua harus sama beruntung dan sama berkurban, senasib sepenanggungan. Solidaritas berarti, bahwa yang lemah, miskin dan tak berdaya harus didahulukan (preferential option for the poor). Solidaritas bangsa kelihatan dalam bagaimana bangsa itu memperlakukan anggota-anggotanya yang ”kurang berarti”. Prinsip solidaritas juga memuat tuntutan, bahwa perwujudan keadilan sosial menjadi tujuan pertama pembangunan. Dewasa ini solidaritas harus menjangkau juga generasi-generasi yang akan datang. Oleh karena itu manusia wajib menjaga keutuhan lingkungan hidup agar generasi-generasi mendatang menemukan bumi yang masih pantas dihuni.

6) Menjunjung tinggi martabat manusia, yang diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil menjadi anak Nya yang tercinta, menjadi nyata dalam prinsip hormat terhadap hak asasi manusia. Gereja Katolik misalnya secara resmi mengakui hak asasi manusia sebagai terjemahan sikap yang mau menghormati martabat manusia ke dalam kenyataan kehidupan sosial politik. Maka politisi, dan tentu segenap umat Katolik, membela hak-hak dasar manusia. Begitu pula umat Kristen, hendaknya mendukung hak dan kewajiban masyaraat untuk ikut menentukan nasib bangsa, atau dengan kata lain perwujudan kehidupan yang demokratis. Terutama hak-hak asasi manusia inti tidak pernah boleh kita langgar dan tidak pernah boleh kita biarkan pelanggaran terjadi. Disitu termasuk larangan terhadap pembunuhan sewenang - wenang, terhadap penggunaan sistematik penyiksaan (torture), baik fisik maupun psikis, terhadap hukuman kejam dan bengis, terhdap segenap pengekangan kebebasan beragama dan berkepercayaan menurut iman atau keyakinannya, terhadap penangkapan sewenang-wenang, perbudakan, perdagangan orang (wanita, anak dibawah umur), pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penghancuran basis penghidupan para penduduk dalam wilayah yang ada masalah keamanan, terhadap penindasan berbentuk ganosid, pemerkosaan hak minoritas-minoritas etnik, agama atau budaya atas budaya, bahasa, agama dan atas otonomi terbatas berdasarkan adat istiadat.

7) Prinsip penolakan kekerasan. Dalam mengusahakan sasaran - sasaran, termasuk yang baik, kita tidak memakai kekerasan. Masalah-masalah dan konflik-konflik yang muncul wajib dipecahkan secara damai. Pemakaian ancaman, pemerasan dan paksaan untuk mencapai tujuan – tujuan pembangunan harus ditolak.

IV. Umat Kristiani, Idiologi Negara dan Pancasila

1. Kelihatanlah bahwa etika politik Gereja Kristiani bersifat inklusif (terbuka). Para warga sebangsa yang bukan kristiani tidak perlu mengalami kesulitan dengannya. Etika politik Gereja sedikitpun tidak mengancam identitas religius golongan - golongan beragama lain. Ia tidak bersifat eksklusif. Etik politik Gereja dikembangkan dalam cahaya ajaran Yesus Kristus tentang cinta kasih, akan tetapi dikembangkan dari kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasarnya adalah kemanusiaan kita, bukan ke Kristianian kita. Apabila patokan - patokan etika politik tadi terlaksana, segenap manusia dapat hidup dengan agama, kepercayaan, keyakinan - keyakinan, nilai-nilai dan cita - citanya sendiri. Itulah sebabnya etika politik Kristiani bukan sebuah ideologi.

2. Akan tetapi etika politik Gereja jelas merupakan kriteria untuk menilai ideologi - ideologi lain. Orang Kristiani hanya dapat menerima sebuah ajaran politik, apabila semua ketujuh prinsip etika politik Kristiani tidak disangkal olehnya. Karena itu, tidak semua ideologi negara dapat diterima oleh semua orang Kristiani. Dapat dikatakan, bahwa sebuah ideologi negara sekurang-kurangnya harus menjamin tiga hal berikut :

1) Bahwa martabat segenap anggota masyarakat sebagai manusia, dan itu berrti: hormat terhadap hak - hak asasi manusia, terjamin.

2) Bahwa segala bentuk ketidak adilan sosial sungguh-sungguh mau ditiadakan.

3) Bahwa kebebasan beragama bukan hanya untuk umat Kristiani, melainkan juga untuk segenap umat beragama dan berkepercayaan dijamin sepenuhnya.

Oleh karena itu ideologi-ideologi seperti rasisme dan apartheid, kolektivisme, pendewaan negara, militerisme, chauvinisme, fasisme dan komunisme tidak dapat kita terima.

3. Di lain pihak, justru karena kita orang Kristiani tidak mempunyai ideologi negara tersendiri, kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat mendasarkan diri pada filsafat atau etika politik resmi (pada ”ideologi negara” dalam arti ”ideologi terbuka”) yang dianut oleh negara masing-masing. Asal saja tiga tuntutan minimum tadi tidak tertutup. Maka umat Kristiani tidak memerlukan landasan bernegara lain daripada yang menjadi landasan seluruh bangsanya. Karena itu, umat Kristiani Indonesia sejak tahun 1945 mendasarkan diri pada Pancasila dalam keikutsertaannya dalam kehidupan bangsa. Prinsip-prinsip Pancasila seluruhnya sesuai dengan martabat manusia dan tuntutan keadilan sosial serta justru dirumuskn untuk menjamin kebebasan beragama.

4. Melalui Pancasila bangsa Indonesia telah menyatakan tekadnya bahwa di dalam tubuhnya tidak ada golongan kelas satu dan kelas dua,tidak ada mayoritas atau minoritas, bahwa semua dapat hidup menurut identitas dan cita-cita luhur masing-masing. Pancasila menetapkan bahwa baik golongan kecil maupun golongan besar sama saja, dijamin haknya untuk beribadat dan hidup menurut agama dan kepercayaannya. Dengan demikian terjamin , bahwa segenap anggota masyarakat, segenap kelompok dan golongan etnis, budaya dan agama, dapat merasa dirumahnya sendiri dalam persatuannya dalam negara Indonesia.

V. Yang Paling Mendesak

1. Sekarang, setelah 13 tahun pemerintahan orde baru jatuh umat Kristiani di Indonesia dituntuk untuk ikut seta sepenuhnya dan tanpa pamrih mensukseska demokrasi Indonesia. Tak ada alternatif lain terhadap demokrasi di Indonesia. Sebuah kediktatoran militer tidak mungkin. Pola orde baru juga tidah boleh terulang. Apabila demokrasi di Indonesia gagal, bisa juga negara Indonesia gagal, itu berarti bangsa gagal dan riwayat Indonesia berakhir.

2. Kita harus membangun kehidupan bersama, yang bersedia menerima baikadanya pluralitas dalam bangsa Indonesia yang multidimensional itu. Karena itu kehidupan masyarakat harus ditata secara inklusif, atas dasar toleransi. Toleransi itu, kesediaan untuk saling menerima dalam keberlainan masing-masing menjadi syarat survival bangsa. Tetapi hal itu berlaku bagi semua. Sikap membiarkan terjadinya kekerasan kelompok atas nama Agama tertentu adalah tindakan melecehkan toleransi yang dijunjung tinggi para founding fathers Negara Republik Indonesia.

3. Kita harus secara nyata mewujudkan soldaritas bangsa berdasarkan sila ke-5 Pancasila, khususnya dengan saudara-saudara miskin dan lemah. Perbedaan kasar antara kaya dan miskin, peremehan kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas berpendapatan rendah merupakan cacat bangsa yang paling besar. Tak mungkin masa depan bangsa dibangun atas dasar ketidak adilan. Orang – orang Kristiani harus berdiri di front pertama perjuangan melawan ketidakadilan sosial. Ingat, sikap terhadap orang yang lapar, haus, tak berpakaian, tak punya rumah, sakit itulah yang menentukan apakah kita diterima ke dalam kerjaan Allah, dan bukan surat baptis (Mt. 25: 31 – 46).

VI. Komentar

1. ”Datanglah Kerajaan – Mu diatas bumi seperti didalam Surga”. Potongan dari doa Bapa Kami, yang diajarkan Yesus Kristus terebut, mengandung permohonan batin supaya “nilai-nilai yang kudus – benar – adil – juju dll yang dihayati para kudus di Surga” juga dipancarkan ke dalam dunia, sehingga juga dihayati oleh umat manusia. Sehingga umat manusia diseluruh bumi juga menikmati kedamaian – kesejahteran, kebahagiaan serta persaudaraan sejati. Disitulah umat Kristiani diutus untukmewujud nyatakan nilai – nilai luhur surgawi tersebut.

2. “Lingkungan hidup bisa laksana ada serigala – serigala yang ganas. Tetpi juga ada yang berkehendak baik secara leluasa”. Untuk lingkungan yang tidak bersahabat, Yesus menegaskan ”... hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (dalam Roh Yesus Kristus)” (Mt.10: 16). Dalam menolak ketidakadilan dan kebohongan Pemerintah/ Penguasa/ orang biasa, orang Kristiani perlu memikirkan dan menemukan cara – cara yang efektif dan selaras dengan situasi dan kondisi lingkungannya.

3. Hal yang cukup sulit untuk dipercayai ialah Allah mampu juga untuk menyampaikan pikiran – pikiran dan kehendak – kehendak Nya yang Kudus melalui pendosa - pendosa. Oleh sebab itu, orang Kristiani perlu sekali belajar ketrampilan memperbedakan gerakan – gerakan roh – roh baik dan roh – roh jahat. Sehingga ia terhindarkan dari kesalahan – kesalahan dan kekeliruan – kekeliruan.

4. Gereja Katolik berwenang memaklumkan nilai - nilai rohani dan moral yang prinsip – prinsip kedalam semua bidang kehidupa sosial – ekonomi – politik – seni budaya – hukum – kemiliteran – kepolisian – iptek. Namun gereja tidak ikut menentukan kebijakan – kebijakan politik praktis, ekonomi praktis, hukum praktis dan sebagainya. Yang terlibat dalam kegiatan praktis tersebut adalah pria – wanita awam Katolik. Hanya mereka itu tidak berbicara atas nama Gereja Katolik melainkan atas nama suara hati merdeka mereka sendiri sebagai warga negara dan sebagai orang Kristiani.

5. Hubungan Gereja dan Negara saling otonom, tidak saling menguasai. Gereja, karena penetapan Allah, bersifat ”supra – nasional”: mengatasi segala bangsa, karena merupakan bagian integral dari kerajaan Allah yang disurga. Namun Gereja, yang adalah kesatuan Herarki dengan Awam Katolik, dipanggil oleh Yesus Kristus, yang menjiwainya, untuk menerangi dan menggarami dunia dengan terang-terang Injili Nya. Gereja yang illahi tersebut perlu membaur dengan budaya dunia manusia. Itu berarti antara lain : Herarki – Umat Katolik, dalam batas-batas tertentu, berhubungan atau bergaul dekat dengan aneka pejabat yudikatif/ eksekutif/ legislatif/ intelektual/ profesional maupun dengan sesama warga negara yang beragam agama, ras, etnis, suku, aliran politik/ keyakinannya. Penggaraman Injili kiranya hanya subur, kalau terjadi pembauran yang kental – kualitatif. Oleh karena itu Gereja perlu mengevaluasi – kritis diri: ekskluivisme Umat Katolik, status sosial Imam, Bruder, Suster, sistem pendidikan calon Pastor, Bruder, Suster, Teologi Kerjaan Allah, hubungan Herarki dengan Awam Katolik dll.

6. Hati nurani politisi Katolik perlu berorientasi pada etika dan spritualitas politik Katolik. Demikian pula masing – masing ahli ilmu kategorial Katolik perlu berorientasi pada etika dan spiritualitas pada etika dan spirtualitas Katolik seturut bidang keahlian masing – masin (sos, pol, ek, bud, hankam, mil, pol, iptek) yang ditegaskan oleh Kuasa Mengajar Gereja Katolik. Meskipun orientasi etika dan spiritualitas Katolik bisa bermacam ragam, karena sikon tempat berkiprah bermacam ragam pula.

7. Tingkat korupsi yang paling tinggi di Indonesia menunjukkan betapa harga diri manusia dinilai sangat rendah. Perendahan martabat diri manusia terebut juga tampak dalam ”maraknya jumlah teroris berbangsa Indonesia”. Tindakan penculikan, pembunuhan, pengeboman yang memakan banyak korban dirasa tanpa rasa bersalah lagi. Demikian pula penghambatan ijin pembangunan tempat ibadah merupakan contoh ”dangkalnya atau miskinnya penjunjungan harkat dan martabat manusia”.

11 Maret, 2011

DEVOSI KEPADA MARIA, BUNDA GEREJA UNTUK PERTOBATAN INDONESIA


Ajakan :

Marilah, setiap hari, mulai Rabu Abu 9 MAret 2011 berdoa bagi pertobatan Indonesia, bagi Indonesia yang lebih baik dan lebih sejahtera. Kita dapat berdoa secara pribadi maupun di dalam kelompok omunitas, lingkungan, stasi. Bisa juga didoakan setelah perayaan Ekaristi harian atau pada hari Sabtu/ Minggu.

DOA DEVOSI

B : Dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (Amin)

P : Marilah berdoa untuk pertobatan Indonesia

P : Tidak mungkin mengasihi Allah yang tak kelihatan, jika tidak mengasihi saudaranya yang keliahatan.” (Mat 22: 34 – 40)

B ; Salam Maria penuh rahmat ......

”Ya Allah, bebaskanlah bangsa kami dari perbudakan keserakahan”

P : ”Berbahagialah yang membawa damai, sebab dia disebut anak Allah”. (Mat 5: 9)

B : Salam Maria penuh Rahmat ........

”Ya Allah, bebaskanlah.........................................

P : ”Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan Mu” (Luk 1 : 38)

B : Salam Maria penuh rahmat ............

” Ya Allah bebaskanlah .........................

B : Kemuliaan kepada Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad.

Amien




08 Maret, 2011

Retret Agung 'Per Mariam Ad Iesum' Ajakan Bapa Uskup Dalam Menyambut Masa Prapaska

Saudari-saudaraku terkasih dalam Tuhan,

Mengakhiri Surat Gembala Pra-Paska 2011 Keuskupan Agung Semarang saya menyampaikan ajakan saya, “Sebagai orang Katolik sejati, marilah kita juga bersedia diantar oleh Maria, bunda Allah dan bunda Gereja, kepada Yesus, “per Mariam ad Iesum”. Maria telah menjadi teladan beriman kita. Seluruh hidupnya telah menjadi kesempatan untuk menyimpan segala peristiwa dan merenungkannya dalam hatinya. Setiap kali kita berdoa rosario, dalam sinar peristiwa-peristiwa Tuhan: gembira, terang, sedih dan mulia, kita diajak untuk merenungkan peristiwa-peristiwa hidup kita sendiri sebagai peristiwa-peristiwa keselamatan yang dilaksanakan oleh Allah sendiri.”
Yang diharapkan terjadi selama 40 hari itu saya utarakan, “Dalam waktu 40 hari masa Pra-Paska, dengan berdoa dan berpuasa, kita masuk ke dalam misteri hidup, sengsara dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, pokok keselamatan dan andalan hidup kita. Di dalam misteri Kristus kita tenggelamkan hidup kita dengan segala dimensinya, dalam realitas konkrit, dalam jaringan relasi segala arah. Dengan kekuatan Roh Kudus yang kita sadari bekerja dalam diri kita, kita akan menjadi semakin siap untuk menjadikan hidup kita berkat bagi yang lain, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel.”
Melalui media ini saya tawarkan cara sederhana, agar retret agung tersebut dapat dilakukan di tengah kesibukan kerja yang padat. Tentu sangat berguna menyisihkan waktu untuk berdoa hening dalam hari-hari kehidupan kita. 24 jam sehari, 7 hari seminggu telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Dan agar keseimbangan hidup terjadi ada satu hari Tuhan, “Dies Dominica”, yang kita khususkan untuk Tuhan. Kenyataannya, di antara pekerjaan-pekerjaan kita ada waktu untuk hening tersebut. yang kita luangkan untuk Tuhan. Dalam bahasa Latin biasa disebut “vacare Deo”.
Selama retret ini kita didampingi, dan diantar oleh Maria agar semakin dekat mengikuti Yesus, semakin dalam mengenal-Nya, dan semakin mesra mencintai-Nya dengan berdoa ROSARIO. Sebut saja retret jenis ini dengan nama “RETRET AGUNG PER MARIAM AD IESUM”. Sambil mendaraskan rosario, kita renungkan peristiwa-peristiwa hidup, sengsara dan kebangkitan Tuhan: Peristiwa Gembira, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih, dan Peristiwa Mulia.
Sepanjang hidup kita pun kita alami peristiwa-peristiwa serupa. Dalam meditasi tentang peristiwa-peristiwa hidup kita, kita dapat menemukan, mengakui, melukiskan peristiwa-peristiwa tersebut dengan penuh syukur karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Lukisan peristiwa-peristiwa hidup dapat dikembangkan menurut cara seorang wartawan melengkapi berita, dengan menjawab WHAT, WHO, WHEN, WHERE, WHY, HOW.


Langkah-langkah

Persiapan

1. Hadirlah pada perayaan Ekaristi hari Sabtu/Minggu menjelang Rabu Abu. Dengarkan baik-baik Surat Gembala Pra-Paska yang ditulis untuk mengantar umat memasuki masa persiapan merayakan Paska Kristus. Biasanya Uskup diosesan menulis Surat Gembala Pra-Paska yang dibacakan bagi umat.
2. Hari-hari berikutnya menjelang Rabu Abu digunakan untuk mempersiapkan diri, agar hati terbuka terhadap bimbingan Roh Kudus untuk melaksanakan retret ini.
3. Siapkan beberapa perlengkapan untuk retret, misalnya: Kitab Suci, Rosario, Buku untuk membuat Catatan Harian Retret Agung Per Mariam Ad Iesum, alat tulis, dll.
4. Hadirlah pada perayaan Ekaristi Rabu Abu, untuk menerima abu, tanda pengingat bahwa kita manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah.


Pelaksanaan

1. 40 hari Retret Agung Per Mariam Ad Iesum kita isi dengan doa ROSARIO, sambil merenungkan peristiwa Yesus dan peristiwa kita dalam dua hari, secara berkelanjutan sampai selesai. Satu peristiwa direnungkan dalam dua hari, dengan membanding-bandingkan peristiwa Yesus dan peristiwa kita. Dua hari pertama dimulai dengan renungan peristiwa gembira 1. a. Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel (Luk 1:26-38), yang dibandingkan dengan renungan peristiwa gembira kita 1. b. Ibu saya menerima kabar gembira bahwa saya dikandungnya, misalnya. Begitu seterusnya sampai 20 peristiwa Yesus dan peristiwa kita selesai direnungkan selama 40 hari
2. Renungan dimulai dengan doa singkat untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan, dan mohon rahmat agar dapat merenungkan bahan retret dengan baik.
3. Dalam ulah rohani ini kita kenal langkah-lagkah rohani untuk “necep sabda, neges karsa, ngemban dhawuh”. Langkah-langkah itulah yang dapat kita lakukan untuk mengisi masa Pra Paska kita menjadi masa retret agung.
a. Dalam langkah “necep sabda”, kita buka telinga kita untuk mendengarkan sabda Allah, yang bersabda melalui Kitab Suci. Sabda itu terasa manis karena meneguhkan perbuatan baik kita, namun sabda itu bisa pahit kalau mengkritik perbuatan salah kita. Seharusnya sebagai orang Katolik sejati kita biarkan daya kekuatan sabda itu mengubah hati kita.
b. Dalam langkah “neges karsa” kita menjajagi apa kehendak Tuhan bagi hidup kita, membeda-bedakan mana kehendak Tuhan, mana kehendak kita; dan kemudian menegaskan bahwa kehendak Tuhanlah yang harus kita utamakan dalam kehidupan kita.
c. Dalam langkah “ngemban dhawuh”, kita bangun kehendak hati dan budi kita karena kita bertekad melaksanakan kehendak Tuhan “ngemban dhawuh Dalem Gusti” dalam kehidupan kita.
4. Bahan renungan: peristiwa-peristiwa dalam doa rosario dan peristiwa hidup kita: Peristiwa Gembira; Peristiwa Terang; Peristiwa Sedih; Peristiwa Mulia (Lihat. http://id.wikipedia.org/wiki/Doa_Rosario)
5. Catatlah butir-butir renungan dalam Catatan Harian Retret Agung Per Mariam Ad Iesum. Akan sangat bermakna bagi pengembangan hidup rohani, bila buah renungan tersebut dapat di-sharing-kan dengan teman/sahabat kepercayaan.
6. Hadirilah pertemuan-pertemuan pendalaman iman umat selama masa Pra-Paska. Barangkali bila ada pertemuan pendalaman iman umat lingkungan, buah-buah renungan tersebut dapat di-sharing-kan pula sesuai situasi dan kondisi.
Silakan menggunakan waktu retret agung selama 40 hari untuk mengikuti Yesus Tuhan kita semakin dekat, mengenal-Nya semakin dalam, dan mencintai-Nya semakin mesra. Salam, doa ‘n Berkah Dalem,


Semarang, 5 Maret 2011

+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang

07 Maret, 2011

PANGGILAN UNTUK MENATA KEHIDUPAN BERSAMA BERANGKAT DARI PERISTIWA TEMANGGUNG

PENGANTAR

  1. Pada tanggal 8 Februari 2011 terjadi pengrusakan terhadap tempat ibadah, panti asuhan dan sekolah di Kabupaten Temanggung. Aksi pengrusakan dipicu oleh ketidakpuasan putusan 5 tahun penjara terhadap Antonius Richmond Bawengan di Pengadilan Negeri Temanggung. Dalam aksi pengrusakan itu Gereja Santo Petrus dan Paulus Temanggung yang terletak di Jl. Jenderal Soedirman menjadi salah satu korban amuk massa.
  2. Peristiwa ini telah disiarkan oleh media cetak maupun elektronik ke berbagai tempat dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Umat Katolik Gereja Santo Petrus dan Paulus beserta pimpinannya sebagai pihak yang dirugikan akibat pengrusakan fasilitas beribadah, dengan didasari rasa tanggungjawab sebagai warga Negara, merasa perlu menyampaikan kesaksian dalam kacamata iman dan moral.
  3. Dalam peristiwa yang begitu cepat terjadi, umat Katolik mengalami situasi yang gawat, ketakutan yang luar biasa bahkan trauma yang mendalam. Setelah mengadakan penjernihan, penenangan dan doa bersama dibantuu oleh umat beriman lain dalam suasana yang menyejukkan, kami dapat menyampaikan refleksi iman yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan refleksi iman ini, kami ingin memberikan informasi seimbang, proporsional dan bertanggung jawab sehingga dapat menjadi landasan untuk membangun kehidupan bersama yang sejuk dan damai di Temanggung khususnya, dan Tanah Air Indonesia pada umumnya.

SITUASI PERISTIWA/ KEJADIAN

  1. Kehidupan umat beiman di Kabupaten Temanggung sebelum kejadian ini bernuansa sejuk dan tenang. Hubungan antar umat beriman yang berbeda agama dan kepercayaan terjaga dengan baik dan dalam kerjasama yang menentramkan.
  2. Pada bulan Oktober 2010 Antonius Richmond Bawengan datang ke dusun Kenalan, desa Kranggan, Kabupaten Temanggung. Antonius Richmond Bawengan datang ke desa dan tinggal dirumah saudara jauhnya serta menyebarkan buku kecil dan selebaran yang isinya menjelek-jelekkan baik agama Islam, Katolik maupun Kristen. Sepengetahuan kami Antonius Richmond Bawengan bukan umat dari Gereja Katolik maupun Gereja Kristen. Dia sudah meninggalkan ajaran Katolik dan pindah menganut keyakinan lain.
  3. Pada bulan Januari 2011 kasus Antonius Richmond Bawengan mulai disidangkan di pengadilan Negeri Temanggung. Pada sidang pertama dan kedua belum ada massa yang mengikuti sidang tersebut. Namun pada sidang ketiga dan keempat, yaitu tanggal 7 februari 2011, ada berbagai issu dan rumor bahwa akan ada demo besar-besaran. Setelah berkoordinasi dengan depdiknas Kabupaten Temanggung, muncul gagasan dan inisiatif untuk meliburkan sekolah Katolik dan Kristen terkait dengan sidang di Pengadilan Negeri Temanggung dari sejumlah orang. Inisiatif ini disepakati oleh sekolah Kanisius yang terletak dekat Telkom, panti asuhan Susteran PI, dan Sekolah Shekinah. Ada pula yang mencoba mencari informasi dan berkonsultasi dengan pihak Polres Temanggung, atas kegelisahan akan issue dan rumor tersebut.
  4. Sidang keempat pada tanggal 8 Februari 2011, sekitar jam 09.00 terjadi pembacaan putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Antonius Richmond Bawengan. Massa merasa tidak puas terhadap putusan tersebut dan semakin histeris meneriakkan tuntutan hukuman mati. Terdakwa dan hakim dievakuasi oleh aparat kepolisian.
  5. Massa semakin anarkis dan mulai melakukan pembakaran ban serta ,melempari gedung dengan batu. Kemudian sebagian massa berjalan kaki kearah barat di Jl. Jenderal Sudirman diiringi mobil. Sampai di pertigaan Telkom, massa merusak pos polisi dengan menggunakan bambu, pentungan kayu, paving batu, parang dan senjata tajam, dan besi-besi dari tanda-tanda lalu lintas yang dicabut di jalan. Polisi yang berjaga di pos tersebut berlari menyelamatkan diri. Massa bergerak terus ke arah barat meneriakkan : ”Bakar greja wae!”. Massa merusak pagar gedung BRI yang terletak disebelah timur Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus. Aksi pengrusakan itu tidak diteruskan karena ada teriakan: ”Bakar Gereja saja!”. Pada saat itu di Gereja aparat yang berjaga berjumlah 2 orang berseragam polisi dan 4 orang berseragam TNI.
  6. Sebelum sampai di Gereja, ada seorang pengendara motor jenis matic berhenti di depan pintu gerbang timur kemudian motor polisi ditutup dengan daun. Pengendara sepeda motor itu tidak menggunakan atribut seperti massa yang bergerak dan tampak berbeda dari yang lain. Massa yang meyerbu ke gereja menggunakan corak tampilan wajah dibalur dengan warna putih disekitar mata, ada yang menggunakan coretan pada sekitar pipi dengan warna hijau dan hitam serta yang lain menggunakan topeng dan masker.
  7. Sekitar pukul 10.35 massa masuk melalui pintu gerbang Gereja Katolik sebelah timur yang berdekatan dengan gedung BRI. Massa mulai masuk kehalaman Gerja Santo Petrus dan Paulus dan merusak Balai Keluarga dengan merusak pintu, pagar, jendela dan ruang dalam serta melemparkan botol berisi bensin yang disulut api menggunakan kain. Kemudian massa memasuki toko buku dan benda rohani dengan memanjat pintu gerbang disamping gereja. Mereka merusak rak buku, almari kaca dan properti yang ada didalam gedung. Sebagian massa masuk Gereja melalui pintu samping kemudian melakukan pengrusakan. Melihat kejadian itu beberapa orang umat mengalami ketakutan yang luar biasa dan bersembunyi di toilet yang terdapat diantara Bali Keluarga dan Toko Buku.
  8. Tak tahan menyaksikan gereja dirusak massa, ada anggota Gereja yang ikut masuk ke Gereja dan mengajak massa untuk keluar. Dia berteriak: ”Sudah, sudah! Cukup! Sekarang keluar, keluar!”. Massa menuruti teriakan itu dan mulai keluar dari Gereja. Didepan Gereja ada seseorang yang berteriak: ”Ayo keluar, keluar!”. Sesampai di tengah Jl. Jederal Soedirman, di depan pagar halaman Gereja, massa menyadari bahwa orang itu bukan bagian dari mereka karena tidak menggunakan atribut seperti yang lain. Seorang yang menggunakan topeng menanyakan identitasnya tetapi tidak ditanggapi. Maka orang itu dipukul beberapa kali. Kemudian diselamatkan oleh beberapa orang.
  9. Setelah massa keluar Gereja, beberapa orang yang bersembunyi di toilet mulai keluar dan masuk ke dalam gereja. Orang yang dipukul tersebut dan beberapa orang umat melihat kerusakan Gereja dan menyaksikan patung-patung hancur, relief perjamuan terakhir Yesus disisi altar rusak, relief jalan salib rusak 5 buah dari 14 buah yang ada. Kitab Suci dan buku-buku doa disobek-sobek, sibori, bejana babtis, tempat air suci dan barang-barang suci lainnya dirusak. Kaca-kaca ikon pintu dan jendela bagian bawah pecah semua. Dua mimbar dan sound system rusak.
  10. Sekitar pukul 11.00 massa kembali berbalik ke timur setelah merusak dan merusaha membakar Gereja Pantekosta. Mereka kembali menuju Gereja Katolik dengan melewati Kantor Polres Temanggung. Massa kembali dan diperkirakan akan masuk ke Gereja Katolik, namun ada yang berteriak dari antara mereka : ”Gereja Shekinah, Gereja Shekinah!”. Ketika mendengar bahwa massa kembali, orang yang tadi dipukul bersama beberapa umat lainnya menyelamatkan diri ke gedung SD Kanisius di belakang Gereja melalui pintu barat Gereja. Salah satu umat kemudian melapor kepada salah satu anggota koramil yang berjaga di Gereja untuk menyelamatkan orang yang dipukul tersebut dan dibawa ke Koramil.
  11. Sekitar pukul 11.50 massa meninggalkan komplek Shekinah melalui Jl. Suyoto dan bergerak ke arah Telkom dan merusak Panti Asuhan Pangrekso Dalem. Pada saat terjadi pelemparan batu oleh massa, Pengelola Panti Asuhan menelpon Polres Temanggung untuk meminta pengamanan. Anak-anak yang berada di Panti Asuhan sudah diungsikan melalui pintu belakang yang terhubung dengan pemukiman masyarakat. Perusakan terhadap Panti Asuhan tidak berlangsung lama; yang rusak adalah beberapa kaca jendela, pintu, pos satpam juga papan nama Panti Asuhan karena terkena lemparan batu.

TINDAKAN GEREJA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG

  1. Tanggal 8 Februari 2011, sesaat setelah mendapat telepon dari Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF, Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Temanggung, bahwa Gereja St. Petrus dan Paulus Temanggung menjadi sasaran amuk massa, Bapa Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta mengutus Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr – Vikaris Episkopalis Wilayah Eks Karesidenan Kedu yang membawahi langsung Gereja St. Petrus dan Paulus Temanggung, langsung menuju Gereja St.Petrus dan Paulus Temanggung untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak.
  2. Tanggal 8 Februari 2011, setelah mendapat informai bahwa terjadi kerusuhan di Temanggung dan Gereja St. Petrus dan Paulus Temanggung menjadi sasaran amuk massa, Rm. A. Budi Purnomo, Pr. Sebagai Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (Komisi HAK) berkoordinasi dengan Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr. Dan Pdt Darmanto, Pendeta GKI Temanggung memantau perkembangan keadaan.
  3. Tanggal 8 Februari 2011 siang, bersama sejumlah aktivis LSM Semarang, Rm. P. Riana Prapdi, Pr. – Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang (KAS), Rm. Y. Rohmadi Mulyono, MSF – Sekretaris KAS, Rm. P. Santosa, MSF – (Sekretaris Provinsial MSF, Tim Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Semarang (PK4AS) dan Tim Komisi HAK KAS mengadakan pertemuan dan koordinasi untuk perumusan press release ke sejumlah media massa dan memohon kepada para pejabat Jawa Tengah (Gubernur dan Kapolda) untuk mengusut tuntas kasus Temanggung secara adil.
  4. Tanggal 8 Februari 2011 sore. Rm. P. Riana Prapdi, Pr. Langsung meluncur menuju Gereja Katolik St. Petrus dan Paulus Temanggung atas nama Bapa Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta, Pr. Dan mengadakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di Temanggung. Malam hari sekitar jam 20.00 mengadakan renungan dan doa bersama umat dan petugas yang berjaga di dalam Gereja yang masih berantakan.
  5. Sehari setelah peristiwa Temanggung, tanggal 9 Februari 2011. Rm A Budi Purnomo, Pr. Sebagai Ketua Komisi HAK KAS mengundang tokoh-tokoh lintas agama Jawa Tengah dan Semarang untuk menyelenggarakan koordinasi melalui doa bersama dan jumpa pers tingkat nasional di Semarang. Sementara itu, Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF, Rm. Ag. Purnama, MSF, dan Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr menerima kunjungan Ketua GP Anshor bersama ketua GP Anshor Eks Karesidenan Kedu di Gereja St. Petrus dan Paulus Temanggung.
  6. Tanggal 10 Februari 2011 Rm. Ag. Purnama, Provinsial MSF bersama Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF pastor paroki Temanggung mengadakan misa pagi bersama umat Katolik Temanggung. Pada kesempatan itu seluruh ruangan Gereja diberkati lagi dengan percikan air suci sebagai upaya penyucian Gereja pasca kerusuhan.
  7. Pada hari Jum’at 11 Februari 2011, Komisi HAK KAS berkoordinasi dengan Forum Persaudaraan Umat Beragama DIY melaksanakan Deklarasi Persadaraan Sejati di Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang. Sedianya, acara akan dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Temanggung, namun karena satu dan lain hal dialihkan di Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang. Selesai pertemuan di Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, Ketua Komisi HAK KAS meluncur ke Temanggung, untuk berjumpa dengan Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF Pastor Paroki Temanggung, dan sejumlah umat serta berjumpa dengan Pdt. Darmanto, Pendeta GKI Temanggung.
  8. Pada tanggal 12 – 13 Februari 2011, Rm. P. Riana Prapdi, Pr. Membantu pelayanan misa di Paroki Temanggung menggantikan sementara Rm. Sadana, MSF yang masih berada di Semarang. Pada kesempatan itu juga dilakukan koordinasi dengan Dewan Paroki Temanggung untuk menetukan langkah-langkah selanjutnya.
  9. Pada tanggal 15 Februari 2011 Tim Temanggung Damai Keuskupan Agung Semarang merumuskan refleksi iman serta langkah-langkah antisipatif terkait dengan peristiwa Temanggung, sebagaimana tertuang dalam refleksi ini.

REFLEKSI IMAN

  1. Umat Katolik, khususnya umat Paroki Temanggung dan Keuskupan Agung Semarang, memaknai kejadian ini sebagai tantangan untuk mengembangkan iman yang semakin mendalam dan tangguh sekaligus panggilan untuk menata kehidupan bersama secara lebih signifikan dan relevan bagi kesejukan dan kedamaian antar umat beriman.
  2. Umat Katolik dan umat beriman lain merasa sedih, sakit dan terluka tetapi kesedihan, kesakitan dan luka itu tidak dapat disimpan menjadi dendam dan kebencian. Peristiwa pengrusakan terhadap tempat ibadah, barang-barang suci, panti asuhan dan sekolah adalah tindakan yang menciderai kesejukan dan kerukunan umat beriman. Peristiwa ini menumbuhkan kesadaran yang semakin dalam bahwa iman yang dilandasi oleh kebeningan budi, kejernihan nurani dan etika hidup bersama akan menghasilkan tata kehidupan bersama yang sejuk dan damai.
  3. Umat dan Romo Paroki Temanggung dan Pimpinan Keuskupan Agung Semarang mengecam keras perbuatan yang telah menciderai kesejukan dan kerukunan tersebut tetapi tidak akan mengutuk orang-orang yang telah melakukannya dan atas perintah Tuhan sebagaimana terdapat dalam Matius 5:38-48, kami tetap mendoakan para pelaku pengrusakan Gereja. Kami tidak akan membalas kekerasan dengan kekerasan, melainkan mengutamakan cinta kasih, pengampunan dan kerukunan. Kami terus berdoa untuk kesejukan dan kedamaian bagi seluruh umat beriman di Temanggung khususnya dan Indonesia pada umumnya.
  4. Romo dan umat Paroki Temanggung telah mengadakan misa setelah kejadian, memohon penyucian bagi Gereja Katolik dengan percikan air suci ke seluruh Gereja. Peristiwa penyucian kembali Gereja Katolik memanggil kami secara lebih mendalam untuk membangun tata kehidupan bersama dengan semua anak bangsa untuk Indonesia damai: bersahabat, bermartabat dan tepa silira.
  5. Ketulusan untuk menanggapi panggilan Indonesia Damai akan diawali dengan mengadakan adorasi/ kebaktian pada kepada Sakramen Mahakudus sebagai silih atas dosa sakrilegi terhadap Gereja. Seluruh umat beriman Katolik didukung oleh umat beriman lain berdoa dan berharap agar Kepolisian, Pemerintah dan pihak yang terkait dapat bekerja dengan cermat, jujur, bijaksana dan penuh integritas menangani kasus ini sampai mengungkap ke akar permasalahan dasarnya.

RENCANA ANTISIPATIF

  1. Mengadakan konsolidatif antar umat beriman demi persaudaraan sejati dengan usaha-usaha dialogis yang bukan hanya mengembangkan sikap toleransi tetapi kasih dan hormat yang tulus guna mendorong peradaban umat manusia yang semakin manusiawi.
  2. Menyerukan kepada seluruh umat beriman untuk meningkatkan gerakan kultural kemanusiaan yang menumbuhkan kepedulian satu sama lain bagi kehidupan bersama yang sejuk, sejahtera dan berperikemanusiaan.
  3. Mengajak semua pihak yang berkehendak baik untuk mengembangkan identitas bangsa Indonesia yang dikenal ramah, bermartabat dan saling menghormati perbedaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  4. Menjalin kerjasama dan kerukunan antar umat beriman sampai ke tingkat akar rumput dalam bentuk yang dimungkinkan untuk dilakukan.
  5. menyerahkan semua usaha untuk menggalang kebaikan dan kesejahteraan umum kepada Allahyang menciptakan dunia dengan sungguh amat baik adanya.

PENUTUP

  1. Semoga refleksi iman ini membantu kita semua untuk semakin memahami bahwa hidup beriman ditengah aneka agama, kebudayaan dan kondisi sosial ekonomi, selalu diperkaya perbedaan yang terkandung didalamnya.
  2. Refleksi iman ini menjadi pembelajaran bersama yang cerdas untuk menata kehidupan dalam masyarakat yang majemuk dan ber Bhineka. Refleksi iman ini mendorong mutu iman kita sehingga semakin mendalam dan tangguh dan pada gilirannya mendorong terwujudnya peningkatan keterlibatan dalam hidup sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Dengan demikian hidup kita bersama akan saling signifikan dan relevan satu terhadap lainnya.

Temanggung, 15 Februari 2011

TIM TEMANGGUNG DAMAI

Keuskupan Agung Semarang

Rm. P. Riana Prapdi, Pr. - Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr. - Rm. A. Budi Purnomo, Pr. - Rm. R. Sugihartanto, Pr. - Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF.

Contac Person :

Rm. A. Budi Purnomo, Pr. HP. : 08179189461 - Rm. R. Sugihartanto, Pr. HP. : 08122811868 - Rm. FX. Dwinugraha Sulistya, MSF. HP. : 08122615565

Alamat :
1. Jl. Jenderal Soedirman 15 Temanggung 56216
2. Jl. Imam Bonjol 172 Semarang 50244

02 Maret, 2011

Surat Gembala Pra Paskah 2011 Keuskupan Agung Semarang "Orang Katolik Sejati Melakukan Kehendak Bapa"


Saudari-saudaraku yang terkasih,

Rabu Abu menjadi pintu masuk bagi kita semua ke dalam masa Pra Paska, yang dalam tradisi Gereja dijadikan masa untuk “retret agung”. Disebut “retret agung” karena selama 40 hari kita diajak oleh Gereja untuk mengikuti Yesus Tuhan kita semakin dekat, mengenal-Nya semakin dalam, dan mencintai-Nya semakin mesra. Saya anjurkan seluruh umat Katolik sungguh menggunakan masa retret agung untuk keperluan tersebut, secara pribadi maupun bersama, agar iman berkembang semakin mendalam dan tangguh, dan dengan demikian menjadi orang Katolik sejati.

Selama masa Pra Paska 2011 kita diajak untuk merenung, berdoa, dan membicarakannya dalam pertemuan umat dengan tema “Inilah orang Katolik Sejati”. Di manakah terletak kesejatian kita sebagai orang Katolik? Pada nama baptis Katolik yang dipasang melengkapi nama diri? Tentu tidak. Pada keterangan agama yang kita anut, yang tercantum pada KTP? Tidak juga. Pada cara seruan ketika kita berdoa? Pada kutipan Injil hari ini Tuhan Yesus bersabda, ‘Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga,” (Mat. 7: 21). Bukan pada cara seruan kita berdoa, tetapi pada rahmat yang memampukan kita melakukan kehendak Bapa di Sorga terletak kesejatian kita sebagai orang Katolik.

Dengan pernyataan tersebut, dapat kita mengerti pula bahwa ‘kekatolikan’ memuat pemahaman tentang iman yang terbuka, bahwa siapapun yang melakukan kehendak Bapa di Sorga dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Katolik merupakan suatu nama yang memuat ajakan agar kita diperkenankan mengalami Allah yang sejati. Pada zaman kita ajakan tersebut menjadi sungguh berat karena kita hidup dalam berbagai arus yang berlawanan secara ekstrim. Ada arus tak peduli pada keberadaan Allah dan perannya bagi keselamatan manusia karena manusia merasa semakin mampu mengusahakan keselamatan sendiri. Ada juga arus fanatisme beragama yang dipeluk oleh orang-orang yang berseru “Tuhan, Tuhan”, namun perilakunya tidak sesuai dengan seruannya, karena merusak milik orang lain, dan bahkan membinasakan kehidupan manusia.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

Dalam kehidupan beragama kerap kita jumpai praktek-praktek keagamaan yang tidak selaras dengan pengalaman akan Allah yang sejati, karena bukan Allah yang kita muliakan, melainkan kepentingan diri sendiri yang kita penuhi. Kita beranggapan bahwa pelaku utama keselamatan itu diri manusia, diriku, dan bukan Allah. Dalam seruan kepada Allah, kerap kita berpendapat yang harus terjadi adalah kehendakku, bukan kehendak Bapa yang di Sorga. Ranah keagamaan telah kita jadikan tempat berjualan, dan bukan lagi menjadi tempat doa. Kita ciptakan ilah-ilah baru yang muncul dari kepentingan diri kita sendiri untuk memenuhi kepentingan diri kita sendiri pula.

Ketidakberesan dalam ranah keagamaan ini menjadi sumber aliran-aliran arus yang bermuara pada ruang publik yang tuna adab. Intoleransi yang akhir-akhir ini menjadi-jadi, kebohongan publik yang merambah ke setiap sudut ruang kehidupan masyarakat, korupsi, ketidakadilan, kekerasan yang merajalela, bahkan telah masuk dalam keluarga-keluarga kita adalah buah-buah dari hidup keagamaan yang tidak benar, karena yang kita sembah sebenarnya bukan Allah sejati, melainkan ilah-ilah ciptaan kita sendiri.

Permenungan kita mengenai “Inilah orang Katolik Sejati” merupakan ajakan pertobatan, agar kita meninggalkan kegelapan untuk masuk dalam terang. Kita buka hati kita agar Roh Kudus, Roh Penasihat, menasihati kita agar menjadi trampil melaksanakan pembedaan roh-roh (Inggris: “discernment of spirits”, Latin: “discretio spirituum”). Dalam olah rohani ini kita kenal langkah-lagkah rohani untuk “necep sabda, neges karsa, ngemban dhawuh”. Langkah-langkah itulah yang dapat kita lakukan untuk mengisi masa Pra Paska kita menjadi masa retret agung.

Dalam langkah “necep sabda”, kita buka telinga kita untuk mendengarkan sabda Allah, yang bersabda melalui Kitab Suci. Sabda itu terasa manis karena meneguhkan perbuatan baik kita, namun sabda itu bisa pahit kalau mengkritik perbuatan salah kita. Seharusnya sebagai orang Katolik sejati kita biarkan daya kekuatan sabda itu mengubah hati kita. Dalam langkah “neges karsa” kita menjajagi apa kehendak Tuhan bagi hidup kita, membeda-bedakan mana kehendak Tuhan, mana kehendak kita; dan kemudian menegaskan bahwa kehendak Tuhanlah yang harus kita utamakan dalam kehidupan kita. Dalam langkah “ngemban dhawuh”, kita bangun kehendak hati dan budi kita karena kita bertekad melaksanakan kehendak Tuhan “ngemban dhawuh Dalem Gusti” dalam kehidupan kita.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

Saya yakin, langkah-langkah itu dapat membantu kita menjadi bijaksana untuk mendirikan rumah di atas batu, sebagaimana dikatakan Tuhan, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.” (Mat. 7:24-25).

Sebagai orang Katolik sejati, marilah kita juga bersedia diantar oleh Maria, bunda Allah dan bunda Gereja, kepada Yesus, “per Mariam ad Jesum”. Maria telah menjadi teladan beriman kita. Seluruh hidupnya telah menjadi kesempatan untuk menyimpan segala peristiwa dan merenungkannya dalam hatinya. Setiap kali kita berdoa rosario, dalam sinar peristiwa-peristiwa Tuhan: gembira, terang, sedih dan mulia, kita diajak untuk merenungkan peristiwa-peristiwa hidup kita sendiri sebagai peristiwa-peristiwa keselamatan yang dilaksanakan oleh Allah sendiri.

Allah yang telah memulai pekerjaan-pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya (bdk. Flp 1:6).

Salam, doa dan Berkah Dalem,


Semarang, 25 Februari 2011

+ Johannes Pujasumarta

Uskup Keuskupan Agung Semarang